Pages

Tuesday, January 31, 2012

Concerning Hizb ut Tahrir




[Q]: There is a group amongst us (here in the UK) called Hizb-ut-Tahreer. They call for the Islamic Khilaafah and they speak against the scholars. How can they be refuted and what is the way towards achieving the proper Islamic Khilaafah?

[A]: All praise be to Allaah and may the peace and blessings be on our prophet Muhammad, his family and Companions. I testify that there is no deity worthy of worship except Allaah – alone and with no partner. And I testify that Muhammad is His slave and Messenger. To proceed:

With regard to the issue of partisanship, people are divided into two parties: The party of Ar-Rahmaan (Allaah) and the party of ash-Shaytaan (the Devil). So the party of ar-Rahmaan – it is not permissible for them to be divided amongst themselves.


Allaah, the Most High, says:

“Verily those who divide their Religion and break up into sects, you have no concern with them in the least.” [Surah Al-An'aam: 159]


And the Prophet (صلى الله عليه وسلم) said:

“The Jews split up into seventy-one or seventy-two sects. And the Christians split up into seventy-one or seventy-two sects. And my ummah will split up into seventy-three sects.”


This hadeeth was reported by Abu Dawood from the narration of Abu Hurairah (Radiya ‘Llahu ‘anhu). Abu Dawood reported a similar hadeeth from Mu’awiyah but in it there occurs:

“All of them (these sects) will be in the Hellfire, except one sect.” They asked: “Who is it O Messenger of Allaah?” He (صلى الله عليه وسلم) said: “The Jamaa’ah.” Then he said: “And there will indeed come a people of whom vain desires will move them just as rabies moves around the one it affects.”


And what the Prophet (صلى الله عليه وسلم) warned us of has already come to pass, for the desires have become many and the parties and groups have multiplied. And Allaah, the Lord of Glory, says in His Noble Book:

“And hold on tightly to the Rope of Allaah, all of you, and be not divided.” [Surah Aali 'Imraan: 103]


The Prophet (صلى الله عليه وسلم) said:

“You will indeed follow the ways of those who came before you, step by step, even if they were to enter the hole of a lizard you would enter into it (after them).” We said: “O Messenger of Allaah, do you mean the Jews and the Christians?” He (Sallallahu ‘alaihi wa sallam) said: “Who else?”

And the Prophet (صلى الله عليه وسلم) said:

“The believer with respect to another believer is like a building, each part supports the other.”


As for these parties, then they chase each other away and they attack one another. In fact, if one were to say:

“These splitting into parties has actualized what the enemies of Islaam have desired from splitting up the ummah, dividing its ranks and weakening its strength” he would be speaking truthfully.

Therefore, (I say that) Hizb-ut-Tahreer is a hizb (party) that is wicked. Perhaps you think this is a grave statement since I am the first one to say such a thing, but it is proper that I introduce such a statement. So I say again, it is indeed a wicked party, which began in Jordan. They split away from the Ikhwaan al- Muslimoon, who wrote to them requesting them to return but they refused to go back to them. Their leader was Taqee-ud-Deen an-Nubahaanee.


Concerning the matters related to Creed, they say:


Nothing should be accepted except for that which conforms to the intellect.”

So if there is found some hearing (of a report), then this hearing must be eliminated. That is why they reject the Punishment in the Grave and they reject that the Dajjaal will be brought forth.

And they have no concern for teaching good etiquettes nor with spreading knowledge. So it is a party that cultivates its followers upon seeking after and studying politics, which opposes the Religion.

And it was once said to the leader of this group: “Why don’t we see any schools for the memorization of the Qur’aan in your party?” So he responded: “I do not want to produce dervishes!”


They rely on politics only, and they do not rely on knowledge and etiquettes, nor on the heart-softening narrations. And with regard to issues of Fiqh, they make it permissible for a man to shake hands with a woman that is not related to him. And they say that it is permissible for a woman to be a leader and that she can sit in a governing council (majlis ash-shuraa). In fact they even allow a disbeliever to be in the governing council and that he can be given general leadership positions! So it is a deviant group that has surpassed the extent of deviance.


And I am surprised at those who join and adhere to this party. So I advise every brother to stay far away from this group and to warn against it. And if it were not that we make excuses for them, that they misinterpret the texts, we would have said that they were disbelievers because they reject the Punishment in the Grave and they reject the coming of the Maseeh ad-Dajjaal. And their leader says that he does not like to teach his students the Qur’aan so that they will not come out as dervishes.


Credit to :

ahlalhadeeth.wordpress.com

Shaikh Muqbil bin Haadee Al-Waadi’ee
Source: Tuhfat-ul-Mujeeb ‘alaa As’ilat-il-Haadir wal-Ghareeb (pg. 141-143)
The original source for this is a Q&A Session from UK recorded on 13 Ramadaan 1416H.

www.CallToIslam.com

Sunday, January 29, 2012

Malapetaka Bagi Masa Depan Israel




Jeffrey Goldberg menulis di Los Angeles Times, di mana sebagai seorang ahli membuat kritik terhadap reaksi serangan teroris yang berlebihan. Mengingat orang yang mati di tenggelamkan di bak mandi dengan yang mati akibat serangan teroris sama, ujarnya.


Memang serangan teroris memiliki efek mendalam pada masyarakat dan ekonomi. Kematian sepuluh orang dalam kecelakaan tidak akan menyebabkan orang takut meninggalkan rumah mereka. Tetapi bayangkan dampak dari kematian 10 orang dalam pemboman teroris pusat perbelanjaan atau bioskop? Dan bayangkan jika itu terjadi lebih dari sekali. Dampak ekonomi dapat menghancurkan.


Tetapi, Goldberg malah mengkritik dampak terorisme negara yang dilegalkan melalui konstitusi, dan secara kolektif membatasi dan membelenggu terhadap masyarakat yang terbuka dan bebas. Kita tidak dapat hanya melihat peristiwa 9/11, yang kemudian menjadi stres, dan melegalkan segala tindakan keamanan yang sangat membatasi kebebasan, ujarnya.


James Fallows membenarkan pandangan Goldberg, di mana yang membingungkan justru sikap orang yang tidak proporsional dan tidak bijaksana menanggapi serangan teroris, yang menolak untuk meninggalkan rumah mereka, dan menyetujui pembatasan kebebasan sipil. Sekarang harus dapat membujuk dan mengarahkan orang, di mana pun mereka untuk tidak bereaksi berlebihan, tambah Golberg.


Goldberg menghabiskan banyak waktunya di Israel, dan mengakui bahwa kemampuan tetap tenang dalam menghadapi serangan teroris menjadi komponen penting dari keberhasilan. Dengan sikap tenang masyarakat dapat melestarikan sebagian besar kebebasan yang demokratis dan kualitas hidup.


Seperti dalam menghadapi tingkat terorisme jauh lebih tinggi dari apa yang pernah dihadapi Amerika. Misalnya, dua minggu lalu, sekelompok pejuang Islam Palestina dari Gaza menyeberang ke Sinai, dan kemudian menyusup melintasi perbatasan Israel ke selatan Gurun Negev.


Mereka menyergap bus, menewaskan delapan orang Israel, sebelum mereka dibunuh oleh pasukan Israel. Saya akan berspekulasi bahwa jumlah orang Israel yang membatalkan liburan ke Negev atau Eilat sebagai hasil dari serangan ini adalah nol. Saya mengambil sendiri keluarga dengan unta di Negev selatan, tidak pernah ada saran bahwa harus menunda perjalanan, tuturnya.


Goldberg, seorang Yahudi Amerika, yang melihat betapa paniknya saat sekarang ini warga Israel, sesudah revolusi Arab. Peristiwa yang terjadi di Sinai yang menewaskan 8 orang Israel, dan seorang anggota pasukan khusus Israel, membuat mereka panik, dan sebuah mimpi buruk, yang terus menghantui. Merasa negara mereka, Israel sudah tidak aman lagi dari serangan musuh dan teroris.

Dulu, Israel mempunyai "body guard" yang selalu menjaga keamanan perbatasannya, yaitu Presiden Mesir, Hosni Mubarak. Tetapi, sekarang Mubarak sudah tergeletak dan masih harus menghadapi pengadilan. Inilah yang membuat rakyat Israel jauh lebih panik dan ketakutan. Israel dikelilingi negara-negara Arab yang rakyatnya sudah berubah. Termasuk paniknya rakyat Israel, melihat bendera mereka dibakar di kedutaan mereka di Cairo oleh rakyat Mesir yang marah.

Sekutu Israel yang setia, dan selama ini, ikut menjaga keamanan negara Yahudi, memilih berubah sikap, yang diakibatkan tindakan Israel. Turki memutuskan semua hubungan bilateral dengan Israel. Termasuk kerjasama dibidang industri pertahanan, yang sudah berlangsung sejak tahun 1996. Ini sangat penting.


Bukan hanya itu. Turki telah menurunkan tingkat hubungan diplomatiknya hanya setingkat sekretaris dua, dan duta besar Turki sudah pulang, sedangkan Turki telah pula mengusir duta besar Israel pergi dari Turki. Inilah malapetaka yang dihadapi Israel.


Israel hanya mengandalkan satu-satunya "juru selamat" adalah Amerika Serikat. Tetapi, negara yang dipimpin Barack Obama itu, sekarang sudah bangkrut dan jatuh miskin, dan sudah sulit diharapkan peranannya untuk menopang Israel.


Bagaimana kalau seluruh dunia Arab berubah? Muncul penguasa baru yang tidak lagi ramah terhadap Israel? Bagaimana sikap rakyat di dunia Arab, yang sudah "muak" terhadap Israel, yang sangat pongah selama ini? Israel hanya tinggal sendirian. Tak ada lagi sahabatnya di Timur Tengah. Seluruh rakyat Arab bergolak dan menuntut pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel. Mulai dari Mesir sampai Jordania.


Masih ditambah situasi politik di dalam negeri Israel, di mana para imigran yang sangat terpecah-pecah, mulai tidak lagi dapat menerima keadaan yang ada, khususnya kondisi ekonomi yang semakin berat, terutama mayoritas golongan Yahudi yang miskin, yang berasal di Rusia, Afrika, dan Timur Tengah. Mereka menuntut pembaharuan dan perbaikan kehidupan mereka, dan ini dapat membuat kondisi Israel bertambah "collapse".


Tak ada lagi penguasa Arab yang berani bermain mata dengan Israel sekarang ini. Inilah benar-benar malapetaka bagi masa depan Israel. (mas)


Rabu, 07/09/2011

.eramuslim.com

Saturday, January 28, 2012

Altra kiasu dan Pembinaan Negara

(Sinar Harian 9 Jan 2012)

Beberapa persatuan dan parti politik Cina ultra kiasu terutamanya Dong Zong dan banyak lagi Zong lain, terus mendesak supaya kerajaan memberikan kebenaran untuk membina lebih banyak lagi Sekolah Persendirian Cina, di samping desakan penambahan sekolah bantuan penuh (dan modal) kerajaan sedia ada seperti Sekolah Jenis Kebangsaan Cina (SJKC) dan Sekolah Menengah Jenis Kebangsaan Cina (SMJKC). Alasan mereka, sekolah persendirian tidak melibatkan peruntukan kerajaan, kenapa tidak dibenarkan didirikan? Beberapa pertemuan telah dibuat dengan Timbalan Menteri ultra kiasunya. Saya yakin mereka seia sekata. Perancangan sedang dibuat untuk bertemu dengan pimpinan tertinggi negara bagi merealisasikan tuntutannya.

Apa yang memelikkan, kajian mengenai kesan sekolah ini ke atas pembinaan negara bangsa tidak pernah dilakukan, yang ada hanya desakan dan tuntutan. Bila kebenaran pembinaan diberikan nanti, sekolahpun telah siap, pada masa sama, mereka juga mendesak kerajaan supaya sekolah persendirian dibantu dan sijilnya (UEC) diiktiraf, selaras dengan gagasan 1Malaysia. Paling tidak, dikecualikan cukai pendapatan kepada mereka yang menderma. Apakah kita tidak belajar daripada pengalaman sebelum ini? Apakah benar institusi ini berjaya melahirkan pelajar yang berpegang kepada prinsip Malaysian first, Chinese second?

Saya harap kerajaan tidak akan tunduk kepada ultra kiasu ini. Jika terlalu terdesak sangat kerana mengharapkan undi mereka, paling tidak, buatlah perjanjian.
Pertama, pentadbiran dan pengurusan silibusnya mesti diletakkan di bawah kementerian pelajaran.
Kedua, pelajar-pelajarnya mesti boleh fasih berbahasa Melayu dan mempunyai jati diri Malaysia yang kuat.
Ketiga, jika kehendak ini tidak dipenuhi, sekolah dan tanah mereka akan diserap ke dalam pendidikan kebangsaan.

Nasihat saya, jangan ulangi kesilapan demi kesilapan. Jadikan iktibar kesilapan lalu untuk berhadapan dengan masa kini kerana ia amat penting dalam pembinaan negara.

Apakah kita sudah lupa sejarah dan masalah yang telah, sedang dan akan dihadapi dengan SJKC, SMKJC, sekolah persendirian dan universiti perkauman yang sedia ada?

Kesemua institusi ini seolah-olah langsung tidak boleh disentuh dari segi silibus dan pentadbirannya, walaupun kerajaan begitu banyak membantu, termasuk yang dibantu seratus peratus.

Itupun mereka berani berhujah bahawa ‘kejayaan dan kehebatan’ sekolah vernakular hari hasil usaha mereka sendiri. Bantuan kerajaan dilupakan, malah dikutuk lagi.

Paling menyedihkan, sekolah vernakular bantuan kerajaan sepenuhnya pun terpaksa tertakluk kepada lembaga pengurusan mereka. Misalnya, penempatan guru besar/pengetua dan guru-guru sekolah terbabit. Ini tidak termasuk penambahan waktu pengajaran bahasa Melayu dan keseragaman silibus yang ditolak secara total. Alasannya mudah, mereka tidak mahu menjadi bangsa pisang, luar kuning, dalam putih atau tidak menjadi Cina totok.

Terbaharu, paderi ultra kiasu yang bergelar Tan Sri pula mendesak supaya semua sekolah mubaligh/rahib Kristian yang berjumlah lebih 400 buah seperti SMK Convent Bukit Nenas mesti berpengetuakan pengetua/guru besar Kristian dan mendapatkan kelulusan pemilik sekolah di bawah perintah Infant Jesus (IJ) Sisters order.

Ultra kiasu ini mengungkit janji Menteri Pelajaran pada 1976, untuk berunding dengan pihak berkuasa sekolah mubaligh berkenaan pemilihan guru besar/pengetua. Peliknya ‘sekolah mereka’ mesti dipimpin oleh mereka. Sedangkan sekolah aliran kebangsaan didesak untuk dibuka kepada semua.

Adakah semua ini wajar, sedangkan kerajaan memberikan bantuan sepenuhnya kepada semua sekolah ini? Di manakah kita tinggal? Dalam negara Islam atau…?

Lebih dahsyat lagi, mereka mendesak supaya ditubuhkan kementerian bukan Islam bagi melindungi agama-agama bukan Islam kerana didakwa ‘dibuli’ selama ini.


Pesanan saya, jangan dijolok sarang tabuan. Berikan contoh pada saya bagaimana bukan Islam dibuli, didiskriminasi dan dipinggirkan di negara, berbanding dengan nasib agama Islam di negara lain? Cuba kiranya berapa banyak rumah ibadatnya dan peruntukan yang diperolehi, berbanding jumlah bilangan mereka? Jangan terlalu ultra kiasu?


Kenapa tidak pernah bersyukur dengan kelebihan yang diperolehi? Sedikit terkurang, ditonjolkan seolah-olah negara ini sudah kiamat. Sebagai contoh, dalam budget 2012, Kerajaan telah bermurah hati memberikan peruntukan yang sama rata di semua sekolah. Sedangkan keperluan sesebuah sekolah dan bilangan sekolah tidak diambil kira, apatah untuk memenuhi kehendak perlembagaan? Berapa banyak sekolah agama yang dibiayai sendiri?


Tidakkah kita sedar, pengiktirafan terhadap lepasan sekolah agama pun hanya dibuat selepas mereka menyelaraskan sistem pelajaran mereka kepada Sijil Tinggi Agama Malaysia (STAM) yang ditetapkan kementerian? Apakah wajar pengiktirafan diberikan kepada UEC? Menurut Timbalan Perdana Menteri, kerajaan sentiasa mengambil berat terhadap keperluan masyarakat setiap kaum dalam bidang pelajaran dengan peruntukan RM1.8 bilion dibelanjakan setiap tahun untuk membayar gaji guru-guru di Sekolah Jenis Kebangsaan (SJKC) di seluruh negara. Ini tidak termasuk sekolah mubaligh dan lain-lain. Mana ada kemudahan sebegini di negara lain di dunia ini? Carilah. jika ada dan berhijrahlah jika dirasakan masih ada kekurangan di sini.


Perlu saya tegaskan, gelombang budaya ultra kiasu (komunis) sudah meresap dan mempengaruhi segenap aspek kehidupan. Mereka memperalatkan hak asasi manusia untuk memoptimumkan perancangan liciknya. Kebebasan yang diberikan dan gagasan 1Malaysia dipergunakan untuk memperkasakan agenda agama dan bangsa mereka. Sedangkan identiti Islam, Melayu dan kebangsaan mahu diliberalkan.


Saya masih berkeyakinan, selepas ini sijil UEC akan diiktiraf oleh kerajaan. Desakan ini telah lama dibuat oleh beberapa pertubuhan Cina sama ada berada dalam kerajaan mahupun ultra kiasu. Mereka mahukan lepasan UEC mesti diterima di IPTA. Sedangkan kita tahu, syarat-syarat kementerian tidak dipenuhi. Itupun lepasan UEC telah lama diterima di IPTS. Sekolah Persendirian ini lebih obses mematuhi kehendak universiti di China, Hong Kong dan Taiwan daripada negara sendiri. Kedudukan bahasa Melayu tidak ambil kira.


Apakah kita sudah lupa tuduhan mereka terhadap Matrikulasi, Kolej MARA, Sekolah Agama, UiTM dan beberapa institusi lain yang majoritinya pelajar Islam? Ultra kiasu secara berani menuduh, kejayaan cemerlang pelajar-pelajar ini adalah disebabkan oleh soalan yang telah permudahkan dan dibocorkan? Bagaimana pula dengan peperiksaan sekolah persendirian UEC, apakah soalannya begitu sukar dan tidak dibocorkan?


Kerajaan semakin kuat menunjukkan toleransi dan sanggup meliberalkan agenda nasional, orang lain terus mengambil kesempatan dan bersifat perkauman. Baru-baru ini apabila Perdana Menteri telah bermurah hati memperuntukkan sebanyak RM5juta kepada Hua Zong (Persekutuan Persatuan Cina Malaysia) untuk membina bangunan mereka di Seri Kembangan.

Jika difikir secara logik, semua persatuan Cina sudah mempunyai bangunan mereka sendiri. Kenapa perlu dibina lagi? Berapa banyak mahu dibina? Jika dibinapun, biarlah menggunakan peruntukan sendiri, yang saya yakin, dana nya sudah melebihi daripada apa yang sedia ada. Selepas ini, setiap daerah dan negeri akan meminta peruntukan kerajaan untuk membina bangunan bersifat perkauman ini? Saya mencadangkan supaya Lembaga Hasil melakukan audit terhadap persatuan-persatuan ini. Adakah persatuan ini benar-benar miskin. Jika miskin kenapa mahu tambah lagi?

Saya difahamkan kerajaan akan bersetuju dengan permintaan ultra kiasu ini untuk mendapatkan pengecualian cukai kepada mereka yang memberi sumbangan untuk membiayai pembinaan bangunan itu. Saya tidak dengki, tetapi hormatilah perlembagaan dan kenakanlah syarat-syarat berkaitan agenda nasional. Ketika majlis pecah tanah tersebut, back drop masih mengutamakan bahasa ibunda, berbanding bahasa kebangsaan. Saya amat pelik, perkara sebegini besar (kecil) pun kita tidak mempunyai dasar? Bagaimana dengan perkara-perkara lain? Apabila bangunan ini siap, saya tidak nampak ciri-ciri akan menampakkan Malaysian first. Pesanan saya, janganlah kita terlalu yakin dengan bantuan tersebut, mereka akan memberikan undi kepada parti memerintah?

Profesor Madya Dr. Mohd Ridhuan Tee Abdullah
Universiti Pertahanan Nasional Malaysia

sumber :http://ridhuantee.blogspot.com/2012/01/ultra-kiasu-dan-pembinaan-negara.html

Peringatan buat mereka yang bergelar isteri.


Ketahuilah wahai para isteri, sikapmu terhadap suamimu adalah penentu Syurga dan Nerakamu. Nabi s.a.w pernah bertanya kepada seorang wanita:

"Apakah engkau mempunyai suami?" Dia menjawab: "Ya". Rasulullah s.a.w kembali bertanya: "Bagaimana engkau memperlakukan dirinya?" Dia menjawab: "Aku tidak menolak permintaannya kecuali pada apa (perkara) yang tidak sanggup (aku) melaksanakannya." Rasulullah s.a.w bersabda: "Maka lihatlah di mana (kedudukan) dirimu darinya, kerana sesungguhnya suamimu adalah Syurgamu atau Nerakamu." - H/R Ahmad, an-Nasa'i dan al-Hakim. Disahihkan oleh Imam ad-Diyamthi, Imam al-Mundziri dan al-Hakim serta disepakati oleh Imam adz-Dzahabi.

Oleh itu taatilah mereka pada perkara yang makruf kerana Nabi s.a.w telah menjanjikan kepadamu bahawa:

"Apabila seorang wanita mendirikan solat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadan, menjaga kemaluannya dan MENTAATI SUAMINYA, nescaya dia akan masuk Syurga dari pinta mana sahaja yang dia suka." - H/R al-Bukhari dan Muslim.

Nabi s.a.w juga pernah besabda:

"Seandainya aku (dibenarkan untuk) seseorang sujud kepada yang lain, maka telah aku perintahkan wanita sujud kepada suaminya." H/R at-Tirmidzi.

Juga sabdanya:

"Ada tiga golongan yang solat mereka tidak melampaui telinga mereka: (pertama) hamba sahaya yang melarikan diri (dari tuannya) sehingga kembali, wanita yang menghabiskan malamnya dalam keadaan suaminya tidak redha kepadanya dan imam suatu kaum sementara mereka tidak menyukainya." - H/R at-Tirmidzi.

Dalam hadisnya yang lain:

"Mahukah aku beritahu kepada kamu semua tentang wanita-wanita kamu semua yang termasuk ahli Syurga? Iaitu yang penuh kasih sayang, ramai anak lagi kembali kepada suaminya, yang jika dizalimi dia mengatakan (kepada suaminya): Ini tanganku di tanganmu. Aku tidak dapat memejamkan mata hingga kamu redha (kepadaku)." - H/R ath-Thabrani.

(Zahra' Fajar Nina ditanya )- Kenapa hanya wanita yang diberi peringatan? bagaimana pula situasi wanita yang dizhalimi?

ana menjawab dari sisi ana seorang wanita: " ALLAH takkan menzhalimi wanita yang tidak menzhalimi dirinya sendiri/orang lain. ALLAH itu adil. jika wanita di zhalimi, mungkin saja dia menzhalimi hubungannya dengan ALLAH sedang dia sendiri tidak sedar." sungguh, islam memuliakan wanita.

hanya saja wanita tidak mengambil tahu dari sisi mana islam memuliakan wanita. ramai yang hanya melihat sisi wanita di'zalimi'. sungguh, itu semua hanyalah propaganda yahudi yang mencari-cari sisi buruk islam.

Jawapan Ringkas Mohd Hairi Nonchi :

1 - Wanita diberi peringatan antaranya ialah kerana sifat/cir-ciri semulajadi mereka itu sendiri:

a) Wanita amat mudah terpengaruh kepada perasaan dan emosi. Disebabkan ini, mereka ada ketikanya mudah untuk melakukan sesuatu perkara terlarang dalam agama disebabkan oleh dorongan perasaan dan emosi yang menjadi tapak mudah untuk syaitan mempengaruhi mereka.

b) Wanita menjadi objek kepada sumber fitnah kepada kaum lelaki, malah ia adalah fitnah terbesar sebagaimana yang dikhabarkan oleh Nabi s.a.w. Yahudi menjadi bangsa terlaknat adalah disebabkan kaum wanita (hadith). Demikian juga, tidak sedikit kehancuran kepada kaum lelaki di zaman berakibatkan daripada 'tarikan' fitnah daripada kaum wanita juga.

2 - Orang yang melihat wanita sebagai kaum terzalimi dalam Islam, mereka sebenarnya ialah seorang yang jahil lagi buta mata hatinya di dalam memahami hikmah-hikmah syariat yang ditaklifkan ke atas kaum wanita. Sebagai contoh ialah perintah syariat agar kaum wanita mengenakan pakaian yang menutup aurat dengan sempurna. Ini adalah bagi melindungi kaum wanita daripada fitnah kaum lelaki, di samping mengangkat mereka sebagai kaum yang terhormat di kaca mata masyarakat. Ini berbeza dengan kedudukan wanita sebelum kedatangan Islam yang digambarkan sebagai objek pemuasan nafsu lelaki semata, menjadi bahan dagangan dan hamba serta sebagainya.

Seorg suami itu berkata kpd isterinya...."wahai isteriku, selagi engkau tidak membelakangkan Allah dan RasulNya, maka aku redha atas dirimu. Kebaikanmu pdku mungkin ada keburukannya, dan keburukanmu pdku mungkin ada kebaikannya. Maka aku juga memohon keredhaanmu ke atas diriku",......tidak lama kemudian pergilah si suami selama2nya............Mudah2an Allah dan RasulNya juga redha ke atas pasangan tersebut-(Md Said A Rahman)


sumber :

Mohd Hairi Nonchi

Friday, January 27, 2012

Beginilah Islam Memuliakan Tetangga



Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesamanya dan cenderung membutuhkan yang lainnya dalam mengisi rentetan kehidupannya. Terlebih lagi dengan orang yang paling dekat tempat tinggalnya, yaitu tetangga.

Oleh karena itulah syari’at Islam datang dengan ajaran yang sangat agung dalam mengatur hubungan seseorang dengan tetangganya, yang pada decade terakhir ini cenderung terabaikan karena menonjolnya sifat cuek, mementingkan diri sendiri dan apatis terhadap tetangganya sebagai buah dari pola hidup materialistis modern.

Siapa itu Tetangga?

Para ulama berbeda pendapat tentang batasan ‘tetangga’. Namun pendapat yang paling dekat dengan kebenaran adalah dikembalika kepada ‘urf (kebiasaan) manusia. Dan yang perlu diingat adalah bahwa pengertian tetangga tidak lah terbatas pada tempat tinggal saja, tetapi juga mencakup ditempat kerja, pasar, sawah lading, kantor, tetangga dalam safar, demikian pul;a dalam ruang lingkup Negara dan kerajaan.

Pesan Islam Tentang Tetangga

Allah Ta’ala berpesan tentang tetangga dengan firman-Nya:

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu..” [1]

Berkata Ali bin Tholhah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: “Tetangga yang dekat maknanya adalah tetangga yang ada hubungan kekerabatan denganmu, sedangkan tetangga yang jauh adalah tetangga yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan denganmu.” [2]

Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pesan olehselalu Jibril tentang tetangga, sebagaimana beliau tuturkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga sampai-sampai aku mengira bahwa ia (tetangga) akan mewarisi.” [3]

Bertetangga Standar Keimanan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjadikan tolak ukur keimanan seseorang dengan baik-buruknya terhadap tetangga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tetangganya.” [4]

Dan dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:

“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai merebaknya perzinahan, pemutus tali kekerabatan dan jeleknya pertetanggaan.”

Syari’at Islam Tentang Tetangga

Untuk itu, mari kita lihat bagaimana apik-nya Islam dalam memperlakukan tetangga.

1. Islam melarang dari mengganggu dan menyakiti tetangga.

Dari Abu Syuroih radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapa wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya?” [6]

Berkata Ibnu Baththol rahimahullah: “Maknanya adalah tidak sempurna imannya. Dan seseorang tidak akan mencapai derajat iman yang tinggi jika mempunyai sifat seperti ini.” [7]

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah (seorang perempuan) menyebutkan tentang banyak sholatnya, puasanya dan shodaqohnya, tetapi ia menyakiti tetangga dengan lisannya.” Nabi berkata, “Ia dineraka.” Laki-laki itu berkata lagi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah menyebutkan tentang sedikit puasanya, shodaqohnya dan sholatnya serta ia bershodaqoh beberapa potong keju dan tidak menyakiti tetangganya.” Nabi berkata, “Ia disurga.” [8]

2. Islam melipatgandakan dosa yang dilakukan kepada tetangga.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tatkala ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dosa-dosa apa yang paling besar, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

“Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” [9]

Dari al-Miqdad bin al-Aswad radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Seorang laki-laki mencuri dari sepuluh rumah itu lebih ringan baginya daripada ia mencuri dari tetangganya.” [10]

3. Islam mewajibkan memperhatikan keadaan tetangga

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak kuah maka perbanyaklah airnya dan peruntukkan tetanggamu.” [11]

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bukanlah mukmin seorang yang bermalam dalam keadaan kenyang, padahal tetangganya kelaparan di dekatnya.” [12]

4. Mendahulukan tetangga dalam penjualan dan pembelian tanah

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang mempunyai tanah kemudian ingin menjualnya, hendaknya ia menawarkan kepada tetangganya.” [13]

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tetanggamu lebih berhak terhadap hak membeli terlebih dahulu. Ia ditunggu jika tidak hadir, apabila jalan mereka sama.” [14]

5. Dibolehkan bagi tetangga untuk menaruh barangnya di dinding rumah tetangganya asalkan tidak memudharatkannya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Janganlah seseorang melarang tetangganya untuk menancapkan kayu baker di dinding rumahnya.” [15]

6. Islam menyuruh agar bersabar dari gangguan tetangga, bukan membalasnya.

Dari Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan tentang tetangganya, maka beliau berkata: “Lemparkan barangmu ke jalan.” Lalu lelaki itu melemparnya. Maka orang-orang melewatinya dan melaknat tetangganya. Tetangga itu datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: “Wahai Rasulullah, (faedah) apa yang aku dapatkan dari orang-orang?” Nabi bertanya, “Apa yang kamu jumpai dari mereka?” Ia menjawab, “Mereka melaknatku.” Nabi berkata, “Sungguh Allah telah melaknatmu sebelum manusia!” Maka orang itu berkata, “Aku tidak akan mengulanginya.” Maka orang yang mengadu datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berkata kepadanya, “Angkat barangmu karena engkau telah dicukupkan (dari gangguan tetanggamu).” [16]

7. Jika tetangganya non muslim, hendaknya ia mempergaulinya dengan baik dan tidak boleh mengggangunya.

Berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala dalam surat an-Nisa/4: 36.

Wallahu a’lam bis showab.

Note:

[1] QS. an-Nisa/4: 36

[2] Tafsir Ibnu Katsir 2/36

[3] HR.al-Bukhari 6015 & Muslim 2625

[4] HR.al-Bukhari 6019

[5] HR.al-Bazzar hal.238-az-Zawaid, Silsilah ash-Shohihah 5/360

[6] HR.al-Bukhari 6016

[7] Syarh Ibnu Baththol 17/9

[8] HR.Ahmad 8/168, Majma’ dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohih at-Targhib wat Tarhib 2560

[9] HR.al-Bukhari 4761

[10] HR.Ahmad 52/182, Shohih at-Targhib 2549

[11] HR.Muslim 2625

[12] HR.al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrod 112, al-Hakim 4/167

[13] HR.Ibnu Majah 2493, Irwaul Gholil 1538, 1539

[14] HR.Abu Dawud 3520, Shohih Ibnu Majah 2494

[15] HR.al-Bukhari 2463

[16] HR.at-Thobroni dalam al-Mu’jamul Kabir 17812, lihat Shohih at-Targhib 2558

Sumber: Majalah al-Mawaddah Edisi ke-8, Tahun ke-3, Robi’ul Awwal-Robi’uts Tsani 1431H, Maret 2010 Hal.37-39

by Abu Abdurrahman on Friday, January 20, 2012

Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam



Risalah tentang jual beli yang dilarang dalam Islam ini kami adaptasi dari kitab Fiqh Wa Fatawa Al Buyu’; hlm. 125 a/d 137, karya Syaikh Shalih Al Fauzan bin Fauzan. Awalnya merupakan ceramah beliau di masjid Pangeran Abdullah bin Abdul Aziz Alu Su’ud, Riyadh, bulan Jumadil Ula 1411 H. Kami angkat ke hadapan pembaca, supaya kaum muslimin mengerti dan kemudian menjauhi perniagaan yang terlarang. Sehingga dalam melakukan jual beli, seorang muslim harus memperhatiakn ketentuan-ketentuan syari’at, hendaklah menjauhi muamalah dan usaha-usaha yang buruk yang diharamkan. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melarang jual beli, yang dilakukan dengan cara yang buruk, mendatangkan madharat (bahaya) bagi orang lain, serta mengambil harta seseorang dengan cara yang bathil.


Berikut beberapa transaksi perniagaan atau jula beli yang dilarang.


1. Jika akad jual beli itu menyulitkan ibadah, misalnya mengambil waktu shalat.

Seorang pedagang sibuk dengan jual beli sampai terlambat melakukan shalat jama’ah di masjid, baik tertinggal seluruh shalat atau masbuq. Berniaga yang sampai melalaikan seperti ini dilarang. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah di tunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

(QS. Al Jumu’ah: 9-10)

Dalam ayat lain Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (

QS. Al Munafiqun:9)

Perhatikanlah firman Allah “maka mereka itulah orang-orang yang rugi”. Allah menyatakan mereka mengalami kerugian, meskipun mereka kaya, berhasil mengumpulkan banyak harta dan memiliki banyak anak. Sesungguhnya harta dan anak-anak mereka tidak akan bisa menggantikan dzikir yang terlewatkan.

Seorang pedagang akan meraih keuntungan yang hakiki, jika mampu meraih dua kebaikan, yaitu memadukan antara rezeki dengan ibadah kepada Allah. Melangsungkan akad jual beli pada waktunya, dan menghadiri shalat pada waktunya. Allah berfirman:

Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya.”

(QS. Al An kabut :17)

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah.” (QS. Al Jumu’ah:10)

Jadi, perniagaan itu ada dua, yaitu perniagaan dunia dan akhirat. Perniagaan dunia menggunakan harta dan usaha. Sedangkan perniagaan akhirat menggunakan amal shalih. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga ‘And. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai, (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampailah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Ash Shaf:10-13)

Inilah perniagaan yang menguntungkan, jika ditambah lagi dengan perniagaan dunia yang diperbolehkan, maka itu berarti kebaikan di atas kebaikkan. Jika seseorang hanya melakukan perdagangan di dunia dan mengabaikan perdagangan di akhirat, inilah orang-orang yang rugi. Sebagaimana firman Allah, yang artinya “mereka itulah orang-orang yang rugi”.

Seandainya seseorang melakukan ibadah, shalat , dzikir dan melaksanakan keawajiban-kewajibannya, niscaya Allah membukakan pintu rezeki baginya.

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (QS. Thaha:132)

Shalat yang di anggap oleh sebagian orang sebagai penghalang mencari rezeki, ternyata sebaiknya, ia bisa membuka pintu rezeki, kemudahan dan barakah. Jika engkau berdzikir dan beribadah kepada Allah, maka Allah akan memberikan kemudahan dan membukakan pintu rezeki buatmu, dan Allah adalah sebaik-baik Pemberi rezeki. (QS. Al Jumu’ah :11)

Allah menjelaskan sifat-sifat hamba-Nya yang beriman,

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An Nur:36-37)

Ketika menafsirkan ayat ini, sebagian ulama salaf mengatakan, oaring-orang mukmin itu melakukan akad jual beli. Jika salah seorang diantara mereka mendengar adzan, sedangkan timbangan masih ada di tangannya, maka dia akan menurunkan timbangan itu dan pergi mengerjakan shalat. Kesimpulannya, jika jual beli menghalangi seseorang dari shalat, maka hal itu termasuk jual beli yang dilarang, batil dan hasilnya haram.


2. Di antara jual beli yang di larang dalam Islam, yaitu menjual barang yang diharamkan.

Jika Allah sudah mengahramkan sesuatu, maka Dia juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung. Barangsiapa yang menjual bangkai, maksudnya daging hewan yang tidak disembelih dengan cara yang syar’i, inii berarti ia telah menjual bangkai dan memakan hasil yang haram.

Begitu juga hukum khamr, maksudnya segala yang bisa memabukkan sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam :

Semua yang memabukkan itu adalah khamr, dan semua khamr itu haram.”

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melaknat sepuluh orang yang berkaitan dengan khamr.

Sesunggunhnya Allah melaknat khamr, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, peminum, pemakan hasil penjualannya, pembawanya, orang yang minta dibawakan serta penuangnya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Termasuk dalam masalah ini, bahka lebih berat lagi hukumnya, yaitu menjual narkoba, ganja, opium, dan jenis obat-obat psikotropika lainnya yang merebak pada saat ini. Orang yang menjualnya dan orang yang menawarkannya adalah mujrim (pelaku criminal). Karena narkoba merupakan senjata pemusnah bagi manusia. Jadi orang yang menjual narkoba, melariskannya serta para pendukungnya terkena laknat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Hasil penjualannya merupakan harta haram. Orang yang membuatnya laris berhak dijatuhi hukuman mati, karena ia termasuk pelaku kerusakan di muka bumi.

Begitu juga menjual rokok dan tembakau. rokok benda yang jelek dan dapat menyebabkan sakit. Semua sifat jelek ada pada rokok, dan ia sama sekali tidak ada manfaatnya. Madharatnya sangat banyak. Para perokok itu orang paling jelek bau dan penampilannya. Teman duduk yang paling berat adalah perokok. Jika dia duduk di sampingmu atau berdampingan di kendaraan, lalu bernafas di depanmu, engkau akan tersiksa oleh bau nafasnya. Apalagi kalau ia menyulut rokok dan asapnya berputar-putar di hadapanmu, tentu ini lebih berat lagi.

Merokok juga berarti mebuang-buang harta, waktu, merusak kesehatan, mengotori wajah, menghitamkan bibir, mengotori gigi. Banyak penyakit yang disebabkan oleh rokok. Jadi ditinjau dari berbagai sudut; rokok itu jelek dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Sehingga tidak disangsikan lagi, rokok itu haram.

Masalah ini telah melanda kaum muslimin, dan banyak yang meremehkan. Kadang ada diantara kaum muslimin yang tidak merokok dan tidak suka dengan rokok, tetapi (anehnya) ia menjual rokok karena ia senang menumpuk harta dengan segala cara. Orang-orang ini tidak mengetahui, bahwa jual beli rokok ini akan merusak seluruh hasil usaha mereka. Yaitu hasil penjualan rokok bercampur-aduk dengan hasil perniagaan atau usaha lainnya sehingga mengakibatkan rusaknya harta yang di usahakan secara halal.


3. Di antara jual beli yang dilarang ialah, menjual berbagai macam alat musik.

Seperti seruling, kecapi, perangkat-perangkat musik dan semua alat-alat yang dipergunakan untuk perbuatan sia-sia. Meskipun alat-alat itu diberi istilah lain, seperti alat-alat kesenian. Maka haram bagi kaum mulim untuk menjual semua alat dan perangkat-perangkat itu. Seharusnya alat-alat tersebut dimusnahkan dari negeri kaum muslimin agar tidak tersisa.


4. Di antara jual beli yang dilarang ialah, menjual gambar.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melarang berjualan ashnam, maksudnya ialah gambar. Pada dasarnya ashnam itu adalah gambar patung, baik patung khayalan, burung, binatang ternak atau manusia. Semua gambar makhluk yangbernyawa itu, haram untuk dijual dan hasil penjualannya juga haram. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melaknat para pelukis dan memberitahukan, mereka adalah manusia yang paling berat siksanya pada hari Kiamat nanti.

Begitu juga, tidak boleh menjual majalah-majalah yang bergambar-gambar ini, terutama yang memuat gambar-gambar cabul. Gambar, disamping diharamkan, ia juga menebar fitnah. Karena tabiat seorang manusia, jika melihat gambar atau photo gadis cantik yang menampakkan sebagian kecantikan atau sebagian anggota tbujnya, biasanya akan membangkitkan syahwatnya, yang kadang mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dan tindakan kriminal.

Begitulah yang diinginkan setan yang berwujud jin dan manusia dengan menebarkan dan memperjual-belikan gambar ini. Apalagi menjual film porno atau video yang berisi gambar-gambar wanita telanjang serta berperilaku bejat dan keji. Gambar-gambar inilah yang telah memfitnah (menipu) banyak wanita dan para pemuda serta membuat mereka menyukai perbuatan keji. Film-film seperti ini tidak boleh dijual, bahkan wajib atas seorang muslim untuk mencegah, memusnahkan dan menyingkirkannya dari tengah-tengah kaum muslimin. Orang yang membuka tempat untuk menjual film porno, berarti telah membuka tempat untuk bermaksiat dan mengusahakan harta haram, dan mengundang murka Allah. Bahkan ia berarti telah membuka tempat fitnah dan tempat mangkal bagi setan.


5. Termasuk jual beli yang dilarang, yaitu menjual kaset-kaset berisi lagu-lagu cabul, suara penyanyi yang diiringi musik. Isinya bercerita tentang asmara, cinta atau menyanjung wanita.

Lagu-lagu ini haram untuk didengar, direkan, dijual. Hasil penjualannya termasuk dalam kategori hasil yang haram dan dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Karena lagu-lagu ini menebarkan kerusakan, perbuatan nista, merusak akhlak, serta membuka jalan bagi keburukan agar sampai ke rumah-rumah kaum muslimin.


6. Termasuk jual beli yang dilarang adalah, menjual barang yang dimanfaatkan oleh pembeli untuk sesuatu yang haram.

Jika seorang penjual mengetahui dengan pasti, bahwa si pembeli akan menggunakan barang yang dibelinya untuk sesuatu yang diharamkan, maka akad jual beli ini hukumnya haram dan batil. Jual beli seperti ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Allah berfirman:

Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah:2)

Misalnya seseorang yang membeli anggur atau kurma untuk mebuat khamr, membeli senjata untuk membunuh seorang muslim, menjual senjata kepada perampok, atau para pemberontak atau kepada pelaku kerusakan. Begitu juga hukum menjual barang kepada seseorang yang diketahui aka menggunakannya untuk mendukung sesuatu yang diharamkan Allah, atau menggunakan barang itu untuk sesuatu yang haram, maka seorang pembeli seperti ini tidak boleh dilayani.


7. Termasuk jual beli yang dilarang, yaitu menjual barang yang tidak ia miliki.

Misalnya, seorang pembeli datang kepada seorang pedagang mencari barang tertentu. Sedangkan barang yang dicari tersebut tidak ada pada pedagang itu. Kemudian antara pedagang dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekarang ataupun nanti, sementara itu barang belum menjadi hak milik pedagang atau si penjual. Pedagang tadi kemudian pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli.

Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, jika barang yang diinginkan itu sudah ditentukan. Dan termasuk menjual hutang dengan hutang, jika barang yang diinginkan tidak jelas harganya dibayar dibelakang.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabt bernama Hakim bin Hazam radhiallahu anhu nerkata kepada rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam:

Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang di carai tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membeli barang itu.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. Tirmidzi)

Demikian ini menunjukkan adanya larangan yang tegas, bahwa seseorang tidak boleh menjual sesuatu kecuali telah dimiliki sebelum akad, baik dijual cash ataupun tempo. Masalah ini tidak boleh diremehkan. Pedagang yang hendak menjual sesuatu kepada seseorang, hendaknya ia menjamin keberadaan barangnya di tempatnya atau di tokonya, gudangnya, show roomnya atau toko bukunya. Kemudian jika ada orang yang mau membelinya, dia bisa menjualnya cash atau tempo.


8. Termasuk jula beli yang dilarang ialah, jual beli secara ‘inah.

Apakah maksud jual beli dengan ‘inah itu? Yaitu engkau menjual sesuatu barang kepada seseorang dengan pembayaran tempo (bayar di belakang), kemudian engkau membeli barang itu lagi (dari pembeli tadi) dengan harga yang lebih murah, tetapi dengan pembayaran kontan yang engkau serahkan kepada pembeli. Ketika sudah sampai tempo pembayaran, engkau minta dia membayar penuh (sesuai dengan harga yg kita berikan saat dia membeli barang pada kita, Pent)

Ini disebut jula beli ‘inah (benda), karena benda yang dijual kembali lagi kepada si pedagang semula. Ini adalah haram.

Karena bertujuan untuk menyiasati riba. Seakan engkau menjual dirham sekarang dengan beberapa dirham di masa yang akan datang, lalu engkau jadikan barang tadi sebagai alat untuk menyiasati riba. jika engkau memberikan hutang kepada seseorang dengan menyerahkan barang dagangan dengan pembayaran tempo, seharusnya engkau membiarkan orang tadi menjual barang tersebut kepada orang selain engkau, atau membiarkan dia berbuat apa saja atas barang tersebut, disimpan atau di jual kepada orang lain jika dia memang membutuhkan uang.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

Jika kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, dan kalian telah memegang ekor sapi, dan kalian rela dengan bercocok tanam, Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah tidak akan mengangkatnya sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud dan memiliki beberapa penguat)


9. Di antara jual beli yang terlarang, yaitu najasy (menawar harga tinggi untuk menipu pengunjung lainnya)

Misalnya, dalam suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran atas suatu barang dengan herga tertentu, kemudian ada sesorang yang menaikkan harga tawarnya, padahal ia tidak berniat untuk membelinya.. Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerjasama dengan penjual ataupun tidak.

Orang yang menaikkan harga, padahal tidak berniat untuk membelinya telah melanggar larangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

Janganlah kalian melakukan ual beli najasy”

Orang yang tidak berniat membeli dan tidak tertarik pada suatu barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang dinginkan.

Mungkin ada sebagian orang yang kasihan kepada si penjual, kemudian ia bermaksud membantu agar si penjual kian bertambah keuntungannya, sehingga ia menambahkan harga. Menurutnya, yang ia lakukan akan menguntungkan penjual. Atau ada kesepakatan antara si penjual dengan beberapa kawannya untuk menaikkan harga barang.

Harapannya, agar pembeli yang datang menawar degan harga yg lebih tinggi. Ini juga termasuk najasy dan juga haram, mengandung unsur penipuan dan mengambil harta dengan cara batil.

Termasuk jual beli najasy-sebagaimana dsebutkan oleh ulama ahli fikih- yaitu perkataan seorang penjual “aku telah membeli barang ini dengan harga sekian”, padahal ia berbohong. Tujuannya untuk menipu para pembeli agar membelinya dengan harga tinggi. Atau perkataan penjual “aku berikan barang ini dengan harga sekian”, atau perkataan “barang ini harganya sekian”, padahal ia berbohong. Dia hendak menipu para pengunjung agar menawar dengan harga lebih tinggi dari harga palsu yang dilontarkannya. Ini juga termasuk najasy yang dilarang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Termasuk perbuatan khianat, menipu dan perbuatan bohong yang akan dihisab di hadapan Allah.

Para pedagang wajib menjelaskan harga sebenarnya jika ditanya oleh pembeli “anda membelinya dengan harga berapa?” Beritahukan harga yang sebenarnya. Jangan dijawab “barang ini di jual kepada saya dengan harga sekian”, padahal ia berbohong. Termasuk dalam masalah ini, yaitu jika seorang pedagang di pasar atau pemilk toko sepakat tidak akan menaikkan harga tawar, jika ada penjual yang datang menawarkan barang, agar penjual terpaksa menjualnya dengan harga murah. Dalam hal ini, mereka melakukan kerjasama. Ini juga termasuk najasy dan mengambil harta manusia dengan cara haram.


10. Di antara jula beli yang dilarang adalah, seorang muslim melakukan akad jual beli di atas akad saudaranya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

Janganlah sebagian di antara kalian berjualan di atas jualan sebagian.”

Misalnya, seseorang mencari barang, dan ia membelinya dari seorang pedagang. Lalu pedagang ini memberikan hak pilih (jadi atau tidak) kepada si pembeli dalam tempo selama dua atau tiga hari atau lebih. Pada masa-masa ini, tidak boleh ada pedagang lain yang masuk dan mengatakan kepada si pembeli tadi “tinggalkan barang ini, dan saya akan memberikan barang sejenis dengan kualitas yang lebih baik dan harga lebih murah.” Penawaran seperti ini merupakan perbuatan haram, karena berjualan di atas akad beli saudaranya.

Selama penjual memberikan hak pilih kepada calon pembeli, maka biarkanlah calon pembeli berpikir, jangan ikut campur. Jika calon pembeli mau, ia bisa melanjutkan akad jula beli atau membatalkan akad. Jika akadnya sudah rusak dengan sendirinya, maka engkau boleh menawarkan barang kepadanya.

Begitu juga membeli diatas pembelian saudaranya, hukumnya haram. Misalnya, jika ada seseorang mendatangi pedagang hendak membeli suatu barang dengan harga tertentu, lalu ia memberikan hak pilih kepada pedagang (jadi atauu tidak) selama beberapa waktu. Maka selama masa pemilihan itu, tidak boleh ada orang lain ikut campur, pergi ke pedagang seraya mengatakan “saya akan membeli barang ini darimu dengan harga yang lebih tinggi dari tawaran si fulan”. Demikian ini merupakan perbuatan haram. Karena dalam perbutan ini tersimpan banyak madharat bagi kaum muslimin, pelanggaran hak-hak kaum muslimin, menyakitkan hati mereka. Karena jika orang ini mengetahui bahwa engkau ikut campur dan merusak akad antara dia dengan pembeli atau penjual, dia akan merasa marah, dongkol dan benci. Bahkan mungkin dia mendoakan keburukan bagimu, karena engkau telah menzhaliminya.


11. Di antara jula beli yang dilarang ialah, menjual dengan cara menipu.

Engkau menipu saudaramu dengan cara menjual barang yang engkau ketahui cacat tanpa menjelaskan cacat kepadanya, Jual beli seperti ini tidak boleh, karena mengandung unsur penipuan dan pemalsuan. Para penjual seharusnya memberitahukan kepada pembeli, jika barang yang hendak di jual tersebut dalam keadaan cacat. Kalau tidak menjelaskan, berarti ia terkena ancaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:

Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujr, niscaya keduanya akan diberikan berkah pada jula beli mereka. Jika keduanya berbohong dan menyembunyikan (cacat barang) , niscaya berkah jula beli mereka dihapus.”

Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melewati seorang pedagang dipasar. Di samping pedagang tersebut terdapat seonggok makanan. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memasukkan tangannya yang mulia ke dalam makanan itu, dan Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam merasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawah makanan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bertanya kepada pedagang: “Apa ini, wahai pedagang?” Orang itu menjawab:”Makanan itu terkena air hujan, wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam!” kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Mengapa enggkau tidak menaruhnya diatas, agar bisa diketahui oleh pembeli? Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidak termasuk golongna kami”.

Hadits yang mulia ini sebagai salah satu kaidah dalam muamalah jula beli dengan sesame muslim. Tidak sepantasnya bagi seorang muslim menyembunyikan aib barangnya. Jika ada aibnya, seharusnya diperlihatkan, sehingga si pembeli bisa mengetahui dan mau membeli barang dengan harga yang sesuai dengan kadar cacatnya, bukan membelinya dengan harga barang bagus.

Betapa banyak kasus penipuan yang dapat kita lihat sekarang. Betapa banyak orang yang menyembunyikan aib suatu barang dengan menaruhnya di bagian bawah, dan menaruh yang baik di bagian atasnya, baik sayur mayor atau makanan lainnya. Ini dilakukan dengan sengaja . Ini adalah perbuatan maksiat.

Semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahan kita dan memberikan keselamatan kepada kita. Semoga Allah menjadikan rezeki dan usaha kita halal. Dan semoga Allah mencurahkan rezeki kepada kita.

Wahai Allah, cukupkanlah kami dengan rezeki yang halal, bukan dari yang haram. Cukupkanlah kami dengan karunia bukan dari yang lain. Ampunilah kami dan kasihanilah kami. Terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Washallallahu ‘ala nabiyina Muhammadin wa alihi wa shahbihi wa sallam

Di kutip dari Majalah As Sunnah Edisi 03/IX/1426H/2005M


kredit to :by Abu Abdurrahman on Sunday, December 11, 2011

Empat Golongan Manusia yang Dilaknat oleh Allah




Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu mengatakan,

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan kepadaku empat kalimat, yaitu:

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ اْلأَرْضِ

“Allah melaknat orang yang menyembelih hewan untuk selain Allah, Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang yang melindungi pelaku kejahatan, dan Allah melaknat orang yang mengubah tanda-tanda di muka bumi ini.” (HR. Muslim)

Sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di atas menyebutkan tentang empat golongan manusia yang dilaknat oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Orang yang dilaknat oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa maksudnya adalah dijauhkan dari rahmat (kasih sayang)-Nya. (Lihat Fathul Majid)


Pembaca yang semoga dirahmati Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Kita semua berharap agar Allah subhaanahu wa ta’aalaa senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita. Kita tidak ingin rahmat Allah subhaanahu wa ta’aalaa itu dicabut dari diri kita walaupun sesaat. Di samping rahmat Allah subhaanahu wa ta’aalaa itu diraih dengan berusaha untuk bertakwa kepada-Nya sebagaimana firman-Nya (artinya):

“Dan bertakwalah kepada Allah, supaya kalian mendapat rahmat.” (Al-Hujurat: 10)

Juga rahmat Allah subhaanahu wa ta’aalaa itu diraih dengan menjauhi maksiat kepada-Nya, terutama kemaksiatan yang disebutkan secara tegas akan menjauhkan pelakunya dari rahmat Allah subhaanahu wa ta’aalaa sebagaimana dalam hadits di atas.


Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui apa saja dan bagaimana bentuk perbuatan-perbuatan tersebut, bukan dalam rangka untuk dikerjakan, tetapi agar kita bisa menjauhinya.

Menyembelih Hewan untuk selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa

Makna menyembelih hewan untuk selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa adalah:

Pertama, menyembelih hewan untuk dipersembahkan kepada selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa.

Kewajiban terbesar seorang hamba adalah mentauhidkan Allah subhaanahu wa ta’aalaa, yaitu dengan mempersembahkan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya. Menyembelih hewan merupakan salah satu bentuk ibadah yang apabila dipersembahkan kepada selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa, maka pelakunya telah berbuat syirik. Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman (artinya):

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya.” (Al-An’am: 162-163)

Dalam ayat ini, Allah subhaanahu wa ta’aalaa memerintahkan Nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk mengabarkan kepada kaum musyrikin bahwa beliau adalah orang yang mempersembahkan shalat dan sembelihannya hanya kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Ini sebagai upaya menyelisihi kaum musyrikin yang memiliki kebiasaan beribadah kepada selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa dan menyembelih hewan untuk dipersembahkan kepada selain-Nya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)

Sangat disayangkan, kebiasaan menyembelih untuk selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah menjadi bagian dari ritual dan tradisi di sebagian masyarakat muslimin di negeri ini. Sebagai contoh, ritual untuk menolak bala yang dikhawatirkan menimpa daerah tertentu. Upacara ini diwujudkan dengan menyembelih seekor kerbau lalu mempersembahkan kepalanya kepada jin penguasa (menurut keyakinan mereka) di daerah itu

.

Kedua, menyembelih hewan dengan menyebut selain nama Allah subhaanahu wa ta’aalaa.


Al-Imam an-Nawawi rahimahullaahu telah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan menyembelih untuk selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa adalah menyembelih dengan menyebut selain nama Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Beliau juga menyebutkan bahwa tidak halal daging sembelihan tersebut. Ini sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Imam asy-Syafi’i rahimahullaahu. (Lihat Syarh Shahih Muslim)


Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengabarkan bahwa ada seseorang yang dimasukkan ke dalam surga disebabkan seekor lalat, dan adapula orang yang dimasukkan ke dalam neraka juga disebabkan karena seekor lalat. Para sahabat pun bertanya-tanya, bagaimana bisa demikian?

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun menceritakan bahwa pada zaman dahulu ada dua orang yang melewati suatu perkampungan yang penduduknya memiliki sebuah berhala yang mereka ibadahi. Mereka tidak mengizinkan seorangpun melewati kampung tersebut sebelum dia mempersembahkan sesuatu (semacam sesajen) untuk berhala tadi.

Satu di antara dua orang tadi mengaku tidak memiliki sesuatu pun untuk dipersembahkan kepada berhala itu. Penduduk kampung itu tetap memaksanya, dan tidak mengapa walaupun hanya mempersembahkan seekor lalat. Akhirnya orang itu menuruti kemauan mereka, lalu dia membunuh seekor lalat dan mempersembahkannya kepada berhala tersebut. Dia pun diizinkan lewat. Namun akhirnya dia menjadi penghuni neraka.

Adapun orang yang satunya, dia tetap bersikeras tidak mau mempersembahkan sesuatu pun kepada berhala itu. Dia menegaskan bahwa dia tidak akan mempersembahkan sesuatu kepada siapapun selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Akhirnya penduduk kampung itupun membunuhnya, namun Allah subhaanahu wa ta’aalaa memberikan balasan kepadanya berupa surga. (HR. Ahmad)

Melaknat Kedua Orang Tua

Di dalam Al-Qur’an, perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua seringkali diletakkan beriringan dengan perintah untuk beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Setelah seseorang melaksanakan kewajiban terbesar (yaitu beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’aalaa), maka kewajiban besar berikutnya adalah berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ini menunjukkan bahwa kedua orang tua itu memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia di hadapan anak-anaknya.

Sebaliknya, durhaka kepada kedua orang tua merupakan dosa terbesar yang menduduki peringkat kedua setelah dosa menyekutukan Allah subhaanahu wa ta’aalaa (syirik).

Mencela kedua orang tua termasuk bagian dari perbuatan melaknat mereka. Juga termasuk salah satu bentuk sikap durhaka seorang anak kepada orang tuanya. Apakah mungkin ada seseorang yang tega mencela dan mencaci orang tuanya sendiri?

Mari kita perhatikan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berikut:

“Termasuk dosa besar adalah celaan seseorang kepada kedua orang tuanya. Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang berani mencela kedua orang tuanya?’. Rasulullah menjawab, ‘Ya, yaitu ketika dia mencela ayah orang lain kemudian orang itu balas mencela ayahnya, dan atau ketika dia mencela ibu orang lain kemudian orang itu balas mencela ibunya.” (HR. Muslim)

Sehingga celaan seorang anak kepada orang tuanya itu tidak hanya sebatas celaan secara langsung di hadapan keduanya. Sikap seseorang yang mencela orang tua saudaranya, yang menyebabkan saudaranya itu membalas mencela orang tuanya, ini pun juga tergolong celaan kepada orang tua, walaupun itu terjadi secara tidak langsung.

Melindungi Pelaku Kejahatan

Islam adalah agama yang adil dan mendorong umatnya untuk berbuat adil. Setiap pelaku kejahatan sudah semestinya mendapatkan balasan dan hukuman yang setimpal dengan kejahatan yang diperbuatnya. Ini semua telah diatur berdasarkan aturan syari’at yang mulia ini.

Oleh karena itulah orang yang melindungi pelaku kejahatan hingga akhirnya terbebas dari hukuman, atau mendapatkan hukuman yang lebih ringan (tidak setimpal) menurut hukum yang telah ditetapkan syari’at ini, maka berarti dia termasuk orang yang telah menghalangi diberlakukannya aturan syari’at yang wajib bagi umat Islam untuk menerapkannya.

Kalimat مُحْدِثًا آوَى (melindungi pelaku kejahatan) dalam hadits di atas, juga diriwayatkan dengan mem-fathah-kan huruf dal (مُحْدَثًا آوَى) yang berarti meridhai dan membela perbuatan مُحْدَثٌ (segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama ini (bid’ah) yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam).

Dari makna inilah, sebagian ulama menyebutkan bahwa kejahatan itu tidak hanya dalam perkara fisik saja (pencurian, pembunuhan, dan sebagainya), namun juga termasuk kejahatan dalam masalah agama ini, yaitu dengan mengada-adakan syari’at baru dalam urusan agama yang tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Apapun bentuk kejahatan itu, ketika seseorang berupaya untuk melindungi pelakunya, maka dia terkenai ancaman akan dijauhkan dari rahmat Allah subhaanahu wa ta’aalaa.

Mengubah Tanda di Muka Bumi

Islam sangat menjaga hak dan kehormatan umat manusia seluruhnya. Tidak boleh bagi seorang muslim untuk berbuat zalim terhadap siapapun, baik terhadap orang kafir, terlebih lagi terhadap saudaranya sesama muslim. Seorang muslim juga dilarang mengganggu saudaranya, merugikan, menyusahkan, terlebih lagi mencelakakannya.

Perbuatan mengubah tanda-tanda di muka bumi, secara langsung maupun tidak, merupakan bentuk kezaliman kepada orang lain karena hal ini mengakibatkan orang tersebut mengalami kerugian dan kesusahan. Beberapa bentuk perbuatan yang digolongkan mengubah tanda-tanda di muka bumi antara lain:

Pertama, mengubah tanda (batas) tanah.

Contohnya seperti mengambil sebagian tanah tetangganya dengan cara menggeser tanda (semisal patok) batas tanah antara tanah miliknya dan milik tetangga. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang mengambil satu jengkal saja tanah (yang bukan miliknya) secara zhalim, maka akan dikalungkan padanya tujuh lapis bumi pada hari kiamat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Kedua, mengubah tanda, petunjuk, maupun rambu-rambu yang telah terpasang di suatu jalan. Misalnya ada sebuah rambu yang mencantumkan arah (ditandai dengan tanda panah) menuju kota tertentu, kemudian rambu tersebut dirubah sehingga menunjukkan arah yang salah. Hal ini mengakibatkan tersesatnya orang yang melakukan perjalanan menuju kota tersebut dengan bersandar pada rambu yang salah tadi.

Ketiga, memberikan petunjuk yang salah kepada orang yang bertanya tentang arah tempat tertentu kepadanya. Tentunya orang tersebut menjadi tersesat dan salah jalan karenanya.

Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu kepada kami, sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha Melimpahkan rahmat.

Wallahu a’lamu bish shawab.

Penulis: al-Ustadz Abu Abdillah Kediri hafizhahullaahu

BULETIN AL ILMU EDISI NO: 5/II/X/1433H

December 31, 2011

Wednesday, January 25, 2012

Kenyataan al-Syeikh Hamid bin Abdillah al-'Aliy Tentang Ahbash





Di dalam lamanweb rasmi al-Syeikh Hamid bin Abdillah al-'Aliy (http://www.h-alali.net/) , terdapat soalan yang bertanyakan tentang kumpulan Ahbash bertarikah 13/12/2006. Teks soalan tersebut seperti dibawah:

التمس منكم مدي بمعلومات مدققة و تفصيلية عن فرقة الاحباش.هل هناك فتاوى وردت في هذا الموضوع؟هل هي فرقة ظالة ام لا؟

Maksudnya: "Saya memohon maklumat terperinci daripada tuan tentang kumpulan Ahbash, apakah telah ada fatwa tentang kumpulan ini? Apakah mereka itu kumpulan yang sesat ataupun tidak?"


Jawapan dari al-Syeikh Hamid bin Abdillah al-'Aliy (Pensyarah Peradaban Islam di Kuliah Pendidikan Asas Kuwait.).

Alhamdulillah wassolatu wassalam 'ala nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa sahbihi wa ba'du:

al-Ahbash adalah satu kumpulan sesat yang dinisbahkan kepada Abdillah al-Habasyi. Zahir di Lubnan, dan mereka mengambil kesempatan daripada kejahilan dan kefakiran yang berlaku di Lubnan kesan dari peperangan yang berlaku di sana untuk menyebarkan seruan menghidupkan manhaj-manhaj Sufiah yang batiniyyah bertujuan merosakkkan aqidah dan memecah-belahkan kesatuan umat Islam.

Pengasas kepada kumpulan ini ialah Abdullah Muhammad al-Harari al-Habasyi, dia belajar agama di sana (di Habashah) dan telah mengadakan bai'ah (janji taat setia) dengan tarikat al-Tijaniyyah. Dia juga berbai'ah dengan Tarikah al-Rifa'iyyah, kemudian dia berhijrah ke Syiria dan Lubnan. Ketika di Habashah, Abdullah al-Harari pernah bekerjasama dengan pemerintah Indraji di Habashah "Sahr Hilasilasi" menghapuskan persatuan-persatuan Islam tahfiz al-Quran di bandar Harara yang membawa kepada hukuman penjara dan buang negeri ke atas Pengetuan Sekolah, Ibrahim Hasan selama 23 tahun. Semua ini menyebabkan para pendakwah dan para syeikh yang berada di Harara melarikan diri ke Saudi dan Mesir. Kerana itu Abdullah al-Harari (pengasas kumpulan Ahbash) dikenali disana dengan sifat al-Fattan (pembawa fitnah) atau Syeikh Fitnah.

Demikianlah keadaannya (al-Harari) apabila dia berada di Lubnan, dia bekerja untuk menyebarkan fitnah sama seperti yang dilakukannya di tempat asalnya dan menyebarkan kepercayaannya yang rosak, termasuk syirik, menyebarkan fahaman mazhab-mazhab yang batil tentang sifat Allah, menyebarkan fahaman murjiah, Jabariah, tasawwuf batiniyyah dan syiah rafidhah, mencela para sahabat (Nabi saw) dan menuduh Ummu al-Mukminin 'Aisyah melakukan maksiat dengan melanggar perintah Allah swt dengan fatwa-fatwa yang ganjil.

Antara pengikutnya ialah Nizar al-Halabi (نزار الحلبي), beberapa orang public figure seperti timbalan parlimen 'Adnan al-Tarobalasi (عدنان الطرابلسي) dan calon mereka yang lain seperti Toha Naji (طه ناجي) yang menerima suara sokongan kebanyakan dari penganut kristian, kerana janji mereka menghapuskan fahaman Islam fundamental. Akan tetapi dia tidak memperoleh kejayaan. Demikian juga dengan Hasan Qarqira timbalan presiden Jam'iyyah al-Masyari' al-Islamiyyah, Kamal al-Huth, 'Imaduddin Haidar, Abdullah al-Barudiy dan individu-individu yang menyeliakan peralatan penyelidikan dan menuskrip seperti al-Muassasah al-Thaqafiyyah lil Khidmaat dan Markaz al-Abhath wa al-Khidmaat. Mereka juga kebelakangan ini telah memulakan mentahkik kitab-kitab turath, dengan tahkikan jahmiyyah. Mereka juga melakukan muslihat dengan menggunakan nama ganjil yang tidak dikenali walaupun dikalangan para penuntut ilmu seperti mereka menulis : "Telah berkata al-Hafidz al-'Abdari di dalam dua dalilnya (قال الحافظ العبدري في دليليه)." Mereka menyembunyikan kepada orang ramai, sehingga orang ramai akan menyangka al-Hafidz yang dimaksudkan ialah dari kalangan ulama yang masyhur seperti al-Hafidz Ibn Hajar ataupun al-Nawawi, sebaliknya al-Hafidz itu ialah syeikh mereka sendiri al-Harari, mereka nakalkan dari kitabnya al-Dalil al-Qawim sebagai contohnya.

Kepercayaan-Kepercayaan mereka

1. Mereka mendakwa mereka bermazhab al-Syafie di dalam fiqh dan i'tikad, akan tetapi hakikatnya mereka jauh dari mazhab al-Syafie.

2. Mereka menganggap ringan berhukum dengan hukuman buatan manusia yang bertentangan dengan hukum Allah. al-Habasyi (Abdullah al-Harari) berkata: "Sesiapa yang tidak berhukum dengan syariat Allah dalam dirinya dan tidak melaksanakan sedikitpun kefardhuan Allah dan tidak menjauhi perkara-perkara haram, sebaliknya dia pernah mengucapkan walau sekali seumur hidup la-i-la-ha-illallah, maka dia seorang muslim dan digelarkan juga sebagai seorang beriman yang berdosa." (al-Dalil al-Qawim. m.s. 9-10).

Kepercayaan ini adalah kepercayaan firqah Murjiah yang sesat.

3. al-Ahbash memberi galakan kepada orang ramai untuk memohon dari kubur, memohon pertolongan dari kubur dan memohon ditunaikan hajar dari kubur. Ini kerana kumpulan Ahbash mempercayai orang-orang yang telah mati itu akan keluar dari kubur untuk menunaikan hajat orang yang memohon kepada mereka, kemudian mereka (orang-orang yang telah mati itu) akan pulang semula ke kubur mereka. Sama juga mereka mengharuskan memohon perlindungan kepada selain Allah, dan menyeru mengambil berkat dari beberapa batu. (Kitab al-Dalil al-Qawim, 173).

4. Ahbash akan memenangkan mazhab mereka dengan hadith-hadith yang lemah dan palsu, yang menyokong mazhab mereka. Kerana itu mereka menghukum banyak hadith yang sahih sebagai dhaif kerana tidak menyokong mazhab mereka. Perkara ini jelas di dalam kitab mereka al-Maulid al-Nabawi.

5. Abdullah al-Harari al-Habasyi telah mengkafirkan beberapa orang ulama umat Islam. Dia mengkafirkan Ibn Taimiyyah. Dia menjadikan perkara pertama yang wajib ke atas setiap mukallaf ialah beriktikad akan kekafiran Ibn Taimiyyah, dan dia benar-benar memberi peringatan supaya menjauhkan kitab Ibn Taimiyyah. Demikian juga al-Imam al-Zahabiy yang di sisinya (al-Harari) sebagai seorang yang hina. Dia juga menganggap al-Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab seorang penjenayah, pembunuh dan seorang kafir. Dia juga mengkafirkan al-Syeikh al-Muhaddith Muhammad Nasiruddin al-Albani r.h. Mengkafirkan al-Syeikh Sayed Sabiq, dan menganggap syed sabiq sebagai seorang Majusi yang kafir, dia juga mengkafirkan Syed Qutb sepertimana yang disebut oleh al-Harari di dalam kitabnya al-Nahju al-Sawiy fi al-Radd 'ala Syed Qutb wa Tabi'ihi Faisol Maulawi.

6. al-Harari menyeru kepada tarikat Naqsyabandiyyah dan Rifaiyyah

7. al-Harari juga memiliki beberapa fatwa yang ganjil yang berpendapat harusnya membuat helah dalam agama dan berpendapat melihat, bercampur dan bersalaman dengan perempuan yang ajnabiy itu tidak mengapa, bahkan dia mengatakan wanita boleh keluar rumahnya dengan berwangi-wangian, bertabarruj sekalipun tidak direstui suaminya.

8. al-Harari mengharuskan jualan dan belian budak yang merdeka. Dia juga membolehkan orang ramai meninggalkan bayaran zakat dengan wang kertas dan mendakwa wang kertas tidak ada kaitan dengan zakat yang wajib dengan emas dan perak sahaja. Dia juga mengharuskan memakan riba, mengharuskan solat memakai pakaian yang bernajis. (Bughyah al-Tolib: 99)

9. al-Harari juga telah menimbulkan fitnah di Amerika dan Kanada dengan perubahan kiblat, sehingga mereka memiliki masjid yang khas yang mereka ubah arah kiblatnya 90 darjah, dan menjadikan mereka menghadap kiblat yang berlawanan dengan kiblat umat Islam. Mereka juga berkeyakinan bumi bukannya berbentuk globe seperti yang dimaklumi, sebaliknya bumi berbentuk setengah globe seperti bentuk setengah buah oren. Di Lubnan mereka sembahyang bersama dengan kumpulan-kumpulan khusus, selepas selesai para jamaah menunaikan solat.

Samahah al-Syeikh Abdul Aziz bin Baz telah mengeluarkan fatwa yang berbunyi: "Sesunguhnya kumpulan al-Ahbash merupakan kumpulan sesat, ketua mereka Abdullah al-Habasyi terkenal dengan penyelewengan dan kesesatannya. Maka wajib memboikot dan menginkari aqidahnya yang batil. Dan memberi peringatan kepada masyarakat supaya menjauhinya dan tidak mendengar serta menerima apa yang mereka katakan." (nukilan daripada al-Mausu'ah al-Muyassarah fi al-Adyan wa al-Mazahib wa al-Ahzab al-Mu'asarah 1/430, dengan sedikit ubai suai)

Dengan ini diketahui bahawasanya kumpulan ini (Ahbash) adalahsatu kumpulan sesat yang dicurigai yang ganjil dan wajib berhati-hati daripadanya.
Sumber :bankahbash.blogspot.com

Tuesday, January 24, 2012

Fatwa : Islam Liberal


Keputusan Fatwa Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam

Keputusan :

i. Gerakan pemikiran liberal mengandungi fahaman-fahaman yang didapati menyeleweng dari aspek akidah dan syariah seperti berikut:

Aspek Akidah

a. Berpegang kepada Konsep Pluralisme

Konsep pluralisme adalah menjadi pegangan utama dalam aliran pemikiran liberal. Pluralisme agama berpendirian bahawa setiap agama mempunyai konsep, persepsi dan respon yang tersendiri terhadap Realiti Yang Agung (ultimate reality). Semua agama adalah sama tarafnya merujuk kepada Realiti Yang Agung.

b. Akal Manusia Adalah Wahyu

Aliran ini membahagi wahyu kepada dua kategori iaitu wahyu yang bertulis dan wahyu yang tidak bertulis. Wahyu bertulis adalah al-Quran dan ia adalah teks semata-mata. Wahyu tidak bertulis adalah akal manusia dan akallah yang sebenarnya menghidupkan teks al-Quran berdasarkan tujuan, konteks suasana zaman.

c. Meragui Ketulinan Al-Quran

Aliran pemikiran ini mendakwa al-Quran diresapi dengan budaya Arab kerana orang Arab menjadi pemilik bahasa itu, tambahan pula katanya Nabi Muhammad yang menjadi pembawa risalah juga terdiri dari orang Arab. Mereka menyatakan bahawa kesahihan risalah tersebut tidak ada lagi kerana sebenarnya yang ada hanyalah message budaya Arab.

Aspek Syariah

a. Mempersoalkan Methodologi Pentafsiran Al-Qur’an Dan Al-Hadith

Aliran pemikiran ini mempersoalkan cara atau methodologi pentafsiran al-Quran yang digunapakai kini. Dengan slogan “membuka dan membebaskan tafsiran al-Quran”, aliran pemikiran ini menggunakan pendekatan takwilan sendiri terhadap beberapa ajaran al-Quran yang jauh berbeza dengan pegangan Ahli Sunnah wal Jamaah.. Contohnya, mereka mendakwa syurga dan neraka tidak wujud melainkan kesan psikologi kegembiraan dan kesedihan manusia. Hari akhirat ditafsirkan sebagai tidak wujud melainkan satu fasa untuk manusia mencapai satu tingkatan kepada tingkatan yang lebih matang dan sempurna.

b. Menggesa Tafsiran Baru Konsep Ibadat

Aliran pemikiran ini juga berpegang ‘membuka dan membebaskan’ tafsiran al-Quran, sebagai alasan untuk memajukan umat Islam dan menganjurkan agar teks-teks al-Quran menempuh proses dekonstraksi bagi membolehkan tafsiran-tafsiran baru dibuat.

c. Mempertikaikan Kriteria Dan Akhlak Kenabian

Aliran pemikiran ini secara sinis mengkritik sifat Nubuwwah yang dimiliki oleh Rasululah s.a.w. dengan mengatakan ia tidak lain hanyalah sebagai kemampuan kepimpinan seorang manusia ke atas manusia lain (leadership value). Justeru sesiapapun boleh mempunyai sifat nubuwwah tersebut untuk memimpin manusia ke arah ciri-ciri yang baik. Malah mukjizat seperti peristiwa Isra’ dan Mikraj dianggap sebagai bahan cerita yang sengaja diperbesarkan (exageration) oleh pengikut baginda yang taksub sedangkan ia hanyalah sekadar mimpi yang tidak terjadi di alam realiti.

d. Sikap Terhadap Ilmu-Ilmu Islam

Ilmu-ilmu Islam seperti Usul al-tafsir, Usul al-Fiqh, Usul al-Hadith, al-Jarah wa al-Ta’dil dan sebagainya yang telah secara Ijma’ diterima sebagai metod dalam displin ilmu, telah dikritik oleh aliran pemikiran ini sebagai buatan manusia. Penentuan hukum yang telah qat’ie dan hukum yang tidak qat’ie menurut mereka perlu dinilai semula dalam usaha merealisasikan konsep membuka dan membebaskan Islam melalui tafsiran semula ajaran Islam.

e. Sikap Terhadap Hukum

Aliran pemikiran liberal ini mempunyai kaedah yang tersendiri apabila merujuk kepada hukum-hukum Fiqh iaitu mengambil tujuan hukum bukan bentuk hukum.

ii. Berdasarkan kepada ciri-ciri penyelewengan tersebut, Muzakarah memutuskan bahawa Aliran Pemikiran Liberal adalah ajaran sesat dan menyeleweng daripada Syariat Islam.

Sumber: Portal e-Fatwa (http://www.e-fatwa.gov.my/jakim/keputusan_view.asp?keyID=257)

------------------------------------------------------------------------------------------

Fahami Kewajaran Fatwa Islam Liberal

Oleh Mohd Aizam bin Mas’ud

Mungkin sebahagian umat Islam masih belum sedar bahawa Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam Malaysia yang bersidang buat kali ke 74 pada 25-27 Julai 2006 yang lalu telah memutuskan pemikiran Islam Liberal adalah sesat dan menyeleweng daripada syariat Islam.

Bagi sesetengah umat Islam di negara ini, fatwa pengharaman Islam Liberal sememangnya agak kurang diketahui lantaran pengumumannya dibuat bersekali dengan fatwa pengharaman botox. Tidak dinafikan fatwa botox telah mendapat publisiti yang begitu meluas di kalangan media cetak dan elektronik arus perdana. Tambahan pula botox agak sinonim dengan kehidupan golongan artis atau selebriti kegilaan ramai. Ini sekaligus menenggelamkan fatwa Islam Liberal akibat terkesan dengan populariti isu botox yang hampir mendapat tempat di hati segenap lapisan masyarakat negara ini.

Apa yang menarik, pengharaman botox oleh Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan (JKF) mendapat reaksi yang begitu positif sehingga amat jarang sekali terdengar pihak yang mempertikai mahupun menolaknya. Ia agak berlainan pula ketika respons diberikan kepada fatwa pengharaman Islam Liberal. Kedapatan suara segelintir umat Islam yang mempersoalkan kewajarannya atas dasar ia merupakan suatu bentuk pemikiran. Pemikiran pula tempatnya adalah di akal manusia. Akal pula adalah suatu yang berbentuk rohani yang tidak boleh ditangkap atau dipenjarakan. Maka, apakah kewajarannya JKF bertindak sedemikian?

Dalam memahami kewajaran fatwa tersebut, amat tepat sekiranya umat Islam menyorot kembali saat-saat kemasukan unsur-unsur falsafah serta budaya klasik Greek dan Parsi yang pernah berlaku suatu ketika dahulu. Bahananya idealisme-idealisme sesat yang dahulu terpendam dek kekuatan zaman keemasan akhirnya muncul dan terus menjalar menembusi pemikiran umat Islam ketika itu.

Antara golongan yang paling jelas terpengaruh dengan aliran ini adalah puak Muktazilah. Mereka memiliki gagasan pemikiran berteraskan keutamaan akal dan mensekunderkan teks-teks al-Qur’an dan al-Hadith. Ini ditambah pula dengan kepesatan ahli-ahli falsafah Islam yang mentafsirkan nusus-nusus agama mengikut pendekatan akal dan falsafah.

Sebelum itu juga telah wujud aliran-aliran pemikiran kalam atau teologi Islam yang jelas terpesong daripada manhaj sebenar aqidah Islam seumpama golongan Khawarij, Murji’ah, Jabariyah, Qadariyah dan Syiah.


Serangan-serangan ideologi dan pemikiran sebegini akhirnya telah melonjakkan sebilangan tokoh ilmuan Islam di zaman itu untuk tampil ke tengah-tengah umat bagi menjelaskan ajaran Islam yang sebenar.

Lantaran itu lahirlah nama-nama besar seperti Imam Abu Hanifah. Beliau telah menulis kitab berjudul al-Fiqh al-Akbar dan juga risalah yang diberi judul al-Bahth ‘ ala al-Istita’ah Ma’a al-Fi’il. Kedua-dua karya berkenaan mengkritik penyelewengan fahaman Qadariyah dalam usaha menyatakan kebenaran ajaran yang dikembangkan oleh Ahli Sunah.


Manakala Imam Syafi’ie pula telah menulis sebuah risalah bertajuk Tashih al-Nubuwwah wa al-Radd ‘ala al-Barahimah dan Risalah al-Radd ‘ala Ahl al-Ahwa. Dari tajuk-tajuk ini jelas menampakkan usaha beliau memperbetulkan dan menolak kebatilan ajaran yang berasaskan Brahminisme dan para pengikut hawa nafsu.

Begitu juga Imam Malik bin Anas yang telah melibatkan diri dalam banyak perdebatan bagi mempertahankan ajaran Ahli Sunnah. Antaranya adalah ungkapan beliau tentang pengertian istiwa’. Beliau menjawab: Istiwa’ itu dimaklumi, caranya tidak boleh diimaginasi oleh akal, mengimaninya wajib, bertanya tentangnya tidak boleh (bid’ah).

Tidak ketinggalan juga Imam Ahmad bin Hanbal yang menamakan bukunya Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah. Kandungan buku ini jelas menghuraikan aqidah Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah dan pada masa yang sama membicarakan pelbagai golongan yang dianggap menyimpang dan menyeleweng daripada pendekatan pemikiran Ahli Sunnah.


Selain itu sejarah Islam juga membuktikan bahawa para khalifah Islam pernah mengharamkan bahkan bertindak tegas terhadap pembawa-pembawa fahaman yang menyeleweng daripada aqidah Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah. Sebagai contoh Ma’bad al-Juhani pengasas mazhab Qadariyyah telah dihukum bunuh oleh Khalifah Abdul Malik pada tahun 80 hijri. Pada zaman itu juga Imam Hassan al-Basri telah mengeluarkan fatwa menegah orang ramai menghadiri majlis yang dipimpin oleh Ma’bad al-Juhani sambil menyifatkan dia adalah seorang yang sesat lagi menyesatkan.

Seorang lagi pengikut mazhab Qadariyyah yang dihukum mati adalah Ghailan al-Dimasyqi iaitu pada zaman Khalifah Hisham bin Abdul Malik. Pada zaman Khalifah Hisham juga baginda telah menjatuhkan hukuman yang sama ke atas pembawa mazhab Jabariyyah iaitu Ja’d bin Dirham pada tahun 120 hijri. Jaham bin Safwan, iaitu murid kepada Ja’d bin Dirham juga menerima nasib yang sama apabila dia juga dijatuhi hukuman bunuh pada zaman Bani Umayyah atas arahan Gabenor Khurasan pada tahun 128 hijri.

Manakala pengharaman buku atau kitab, ia sememangnya tidak berlaku pada zaman awal penulisan atau pengarangan kitab memandangkan ia tidak begitu relevan untuk dilakukan oleh pemerintah. Ini kerana pada zaman tersebut belum terdapat sebarang bentuk teknologi percetakan tetapi yang wujud hanyalah penulisan berbentuk penyalinan dengan tulisan tangan. Hal ini menyebabkan pengedaran ilmu melalui kitab adalah terhad berbanding penyebaran ilmu melalui majlis-majlis menadah kitab (talaqqi).

Oleh itu tidak timbul soal pengharaman buku atau kitab di zaman Rasulullah SAW, para Sahabat mahupun di zaman Khilafah Bani Umayyah dan Khilafah Bani Abbasiyyah memandangkan tiada keperluan berbuat demikian oleh pihak pemerintah.


Namun pada zaman ini adalah menjadi suatu kebiasaan bagi institusi agama berautoriti mengeluarkan arahan pengharaman buku-buku tertentu demi menjaga kesucian pemikiran umat Islam. Sebagai contoh Institut Kajian Islam Universiti al-Azhar yang dipimpin oleh Syeikh al-Azhar sendiri telah banyak kali mengeluarkan keputusan-keputusan rasmi mengenai pengharaman kitab-kitab tertentu yang dilihat boleh membahayakan aqidah Islam di samping boleh memecahbelahkan umat Islam.


Hakikatnya, keputusan fatwa pengharaman Islam Liberal oleh JKF merupakan lambang kepada fungsi yang dimainkan oleh kerajaan sebagai pemerintah Islam yang diamanahkan untuk menjalankan amar ma’ruf dan nahi mungkar.

Bagi golongan pemerintah Islam mereka bertindak berasaskan konsep siyasah syar’iyyah iaitu demi menjamin kesucian agama di samping membangunkan urusan dunia (hirasat al-din wa ‘imarat al-dunya). Melalui konsep tersebut maka pengharaman pemikiran-pemikiran tertentu adalah salah satu cara yang digunakan oleh pemerintah demi menyekat jalan-jalan (sadd al-zari’ah) yang boleh merosakkan aqidah dan pemikiran umat Islam.


Memang diakui bahawa pemikiran adalah hak asasi setiap individu yang berakal. Ia sekali-kali tidak boleh disentuh atau diusik walau diperlaku bagaimana sekalipun. Namun bukankah dengan pemikiran lahirnya segala tingkah laku dan amal perbuatan. Jika tidak masakan hadith Rasulullah SAW mengatakan:Link

Sesungguhnya setiap amalan itu dengan niat.

Oleh kerana itulah maka Islam sedari awal telah menolak setiap pemikiran atau niat yang menyeleweng kerana ia sudah tentu melahirkan perbuatan yang sama jua.

Sumber: Unit Perhubungan Awam JAKIM (http://www.islam.gov.my/portal/lihat.php?jakim=2599)

sumber :http://suarajagat.wordpress.com/