Pages

Friday, May 20, 2011

Beberapa Metode Pendidikan Dalam Islam



Di dalam Islam, pendidikan adalah salah satu dari sudut kehidupan manusia yang mendapat perhatian serius, Islam telah mengaturnya sedemikian lengkap. Metode pendidikan Islam diterapkan dalam banyak cara karena adanya perbedaan daya tangkap, persepsi dan tingkat emosi. Berikut ini di antara yang dapat dipaparkan secara ringkas:


1. At-Targhib wat Tarhib(Dorongan/galakan dan ancaman)

Biasanya orang akan mengekspresikan sikapnya sebatas akibat yang diketahuinya dari suatu perbuatan. Dari sinilah kenapa Islam, -dalam menuntun manusia- menitik beratkan dari sudut pahala dan siksa, janji dan ancaman untuk menggugah.

Allah berfirman, artinya,
“Pada hari itu manusia keluar dari kuburannya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”
(QS. az-Zalzalah: 6-8).


2. Al-Ma’rifah an-Nazhariyyah (pengetahuan yang didapat melalui pengamatan)

Islam menyeru umatnya untuk melakukan pengamatan, tafakkur dan tadabbur terhadap alam ini dan terhadap makhluk yang ada di dalamnya. Hal ini dikarenakan, hasil dari keyakinan seseorang terhadap adanya alam ini secara tidak langsung adalah timbulnya keyakinan kepada Tuhan yang menciptakannya. Tidak ada artinya keyakinan akan adanya makhluk di satu sisi namun di sisi lain mengingkari adanya Pencipta.

Dalam hal ini, Allah berfirman, artinya,
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah….” (QS. al-A’raf:185).

Dan dalam firman-Nya yang lain, artinya,

“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan”. (QS. ath-Thariq: 5-7).


3. Hukuman/Sanksi

Tidak semua orang dapat diluruskan dengan nasihat dan pengajaran. Ada di antara mereka yang hanya mempan dengan bahasa kekerasan dan tindakan tegas yang berbentuk hukuman berat dan pukulan. Allah mensyari’atkan kedua metode tersebut.

Dalam Islam, hukuman/sanksi dikategorikan sebagai penegakan ketentuan-ketentuan Allah (hudud), sebab di dalamnya tentu terdapat sanksi tegas dan keras serta amat efektif dalam mencegah terjadinya banyak kemaksiatan.

Allah berfirman, artinya,
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal...” (QS. al-Baqarah:179).

4. Kisah-Kisah Al-Qur’an

Di antaranya adalah kisah-kisah para Nabi dan sikap kaum mereka, kisah-kisah para pendusta Rasul-Rasul Allah dan hukuman yang ditimpakan kepada mereka akibat pengingkaran dan pendustaan tersebut. Semua peristiwa itu sudah tentu memberikan kesiapan mental kepada jiwa untuk menerima informasi-informasi dan penjelasan-penjelasan .


5. Penetapan hukum secara bertahap

Ketika kaum Muslimin pada masa Rasul masih serba kekurangan baik dari bilangan individu maupun perlengkapan perang, maka Allah memerintahkan mereka agar memberi maaf dan berpaling alias tidak berhadap-hadapan langsung dulu dengan orang-orang Jahiliyyah serta bersabar atas siksaan dan intimidasi mereka.

Allah berfirman, artinya,
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. al-A’raf:199).
Tatkala jumlah kaum Muslimin sudah banyak dan mereka sudah memiliki kekuatan yang cukup maka Allah mengizinkan mereka berperang untuk membela diri dan agar mereka merasakan manisnya rasa kemenangan, Allah berfirman, artinya,
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi (kaum Muslimin) karena sesungguhnya mereka telah dizhalimi dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. al-Hajj:39).


Manakala mereka telah memiliki pengalaman berperang, mengetahui makna mempertahankan diri dan baiknya hasil yang mereka capai, maka Allah memerintahkan untuk berperang dan menjadikannya sebagai suatu kewajiban. Allah berfirman, artinya,
“…dan perangilah kaum Musyrikin semuanya”. (QS. at-Taubah: 36).


Metode ini senada dengan bunyi sabda Rasul,
“Ajari anak kalian tentang shalat jika sudah berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila melalaikannya saat mereka berusia sepuluh tahun.”


Begitu pula, turunnya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad yang tidak sekaligus tetapi melalui tahapan-tahapan waktu tertentu menunjukkan bahwa metode pengajaran secara bertahap memiliki pengaruh yang besar terhadap para pelajar dalam memahami materi yang diberikan kepada mereka untuk kemudian berinteraksi dengannya secara positif.


6. Merangsang Emosi/Perasaan

Di antara penyakit-penyakit yang selalu merongrong fitrah manusia adalah menuruti hawa nafsu yang selalu menguasai dirinya, jauh dari Allah serta berbuat kerusakan di muka bumi. Allah berfirman, artinya,

“..Sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.” (QS. ash-Shaff: 10-11).

Dan firman-Nya yang lain, artinya, “Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu, dan Allah Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun.”(QS. at-Taghabun:17).


7. Nasihat/Wejangan

Nasihat/wejangan merupakan faktor yang memiliki pengaruh terhadap jiwa, khususnya bila berlangsung atas dasar rasa puas, keinginan sendiri dan kecintaan terhadap sesuatu. Pendengar/audiens akan sangat respons bila penyajinya adalah orang yang sudah terkenal dan memiliki reputasi baik. Sebaliknya bila wejangan diberikan oleh orang yang tidak memiliki reputasi yang baik atau pendengarnya tidak tertarik terhadapnya maka pengaruhnya akan sangat lemah bahkan tidak ada sama sekali. Tentunya, apa yang disajikan al-Qur’an merupakan sebaik-sebaik contoh; wejangan yang sungguh-sungguh dan yang memiliki pengaruh dalam mendidik jiwa dan menyucikannya. Di antaranya, wejangan yang diberikan oleh Luqmanul Hakim kepada anaknya .(Lihat surat: Luqman:13-19).

8. Mengajar sambil praktek
Metode seperti ini banyak sekali ditemukan dalam hadits-hadits Nabi, di antaranya hadits yang masyhur berkenaan dengan orang yang ditegur oleh Nabi karena shalatnya tidak benar. Orang tersebut berulang kali melakukan kesalahan dalam shalatnya dan berulangkali pula Rasul menegurnya dan memintanya tidak mengulanginya. Tujuan beliau melakukan hal itu adalah agar dia belajar.

9. Menjelaskan Masalah dengan Alat Peraga

Hal ini banyak disinggung baik dalam al-Qur’an maupun hadits Nabawi. Di antara ayat al-Qur’an yang menunjukkan hal itu adalah firman-Nya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik; akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”.(QS.Ibrahim:24). Sedangkan dari as-Sunnah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Asy’ari dari Nabi, beliau bersabda: “Perumpamaan orang Mukmin yang membaca al-Qur’an seperti buah utrujah (semacam jeruk); rasanya enak dan baunya juga enak, dan perumpamaan orang Mukmin yang tidak membaca al-Qur’an seperti buah kurma; rasanya enak tetapi tidak ada baunya. Sedangkan perumpamaan orang Munafiq yang membaca al-Qur’an seperti raihanah (semacam kemangi,selasih); baunya enak tetapi rasanya pahit dan perumpamaan orang Munafiq yang tidak membaca al-Qur’an seperti pohon hanzholah; rasanya pahit dan tidak ada baunya.”(HR. al-Bukhari).
(Oleh Redaksi. Disarikan dari beberapa sumber)
Artikel Buletin An-Nur :
Rabu, 18 Mei 11

No comments:

Post a Comment