Sudah pasti begitu: prasangka yang baik tidak akan melahirkan sesuatu, selain kebaikan. Apapun yang terjadi, prasangka yang baik akan melahirkan sikap terbaik dalam merespon kejadian. Pantas saja, jika suatu saat Rasulullah tiba-tiba tertawa kecil dan bertanya pada para sahabat, “Tahukah kalian, kenapa tadi aku tertawa?” Para sahabat yang cantik imannya dan anggun perangainya pun menjawab, “Allahu Wa Rasuluhu A’lam, sungguh, Allah dan Rasul-Nya saja yang lebih tahu.” Sang teladan kembali berujar dengan wajar berbinar, “Sungguh menakjubkan kehidupan seorang mukmin, apabila ia ditimpa musibah, ia bersabar, maka sabar menjadi kebaikan bagi dirinya. Dan jika ia dilimpahi bahagia, ia bersyukur, maka syukur menjadi kebaikan bagi dirinya.”
.
Sahabat, dalam hidup ini, selalu ada pilihan yang harus kita tentukan. Bahkan sejatinya, ketika kita diam terhadap sebuah pilihan baik atau buruk, hakikatnya, kita telah berada pada salah satu di antara keduanya. Bisa jadi, diam mendatangkan kebaikan. Atau mungkin saja, diam justru mengundang keburukan. Iman yang cantik tentu akan membuat kita lebih dekat pada pilihan yang tepat. Memilih baik atau buruk dalam keadaan yang paling buram. Berada pada posisi tegas memilih atau diam.
Mari kita sama-sama renungkan kembali perjalanan hari-hari kita yang kian membentang, adakah kita di hari akhir mendapat senang atau justru, dengan penuh kesia-siaan berusaha tunggang langgang oleh sebab akan dipanggang? Sangatlah elok jika salah satu hasil dari perenungan kita hari ini berupa komitmen untuk memperbaiki prasangka dengan mempercantik keimanan.
Al Faqir IlaAllah.
Oleh: Akom Al Azam
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/06/21214/memperbaiki-prasangka-dengan-mempercantik-keimanan/#ixzz1yhoGpB6L
No comments:
Post a Comment