Agama Adalah Nasehat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Agama
adalah nasehat, kami (para sahabat) bertanya : Untuk siapa wahai
Rasulullah ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Untuk
Allah, Kitab-Naya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan
orang-orang muslim”. (HR.Muslim).
Sabagai aplikasi sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, maka saya ingin menyampaikan
nasehat kepada seluruh kelompok dakwah islam, agar senantiasa berpegang
teguh dengan al-Qur’an dan hadits-hadits yang shahih berdasarkan
pemahaman para ulama salaf, seperti : para sahabat, tabi’in, para imam
mujtahidin dan orang-orang yang senantiasa meniti jejak mereka.
Kepada Kelompok Sufi
1. Nasehat
saya kepada mereka agar mengesakan Allah dalam berdoa dan isti’anah
(minta pertolongan), sebagai bentuk perwujudan dari firman Allah : “Hanya engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5). Dan Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Doa adalah ibadah”. (HR.Tirmidzi dan beliau berkata : Hadits hasan shahih).
Wajib bagi mereka untuk meyakini bahwa Allah ada di atas langit, sebagaimana firman-Nya : “Apakah
kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) dilangit bahwa Dia
akan menjungkir balikan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba
bumi itu bergoncang?” (QS. Al-Mulk : 16)
Ibnu Abbas berkata : Dia adalah Allah (sebagaimana tersebutkan Ibnul Jauzi dalam tafsirnya).
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah kalian percaya
kepadaku, padahal saya adalah kepercayaan Dzat yang di langit.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
2. Hendaklah
mereka senantiasa mendasari dzikir-dzikir mereka dengan apa yang ada
dalam al-Qur’an dan sunnah (yang sholih –ed) serta amalan para sahabat.
3. Jangan sekali-kali mendahulukan ucapan syaikh-syaikh melebihi firman Allah dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman : “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat:1).
Yakni, jangan sekali-kali kalian mendahulukan ucapan atau perbuatan siapapun melebihi firman Allah dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (tafsir Ibnu Katsir).
4. Hendaklah
mereka beribadah dan berdo’a kepada Allah dengan rasa takut dari siksa
neraka-Nya dan berharap akan surga-Nya. Firman Allah ta’ala :“Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).” (QS. Al-A’raf : 56).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Saya meminta kepada Allah surga dan berlindung dengan-Nyadari neraka.” (HR. Abu Dawud dengan sanad shahih).
5. Mereka harus meyakini, bahwa makhluk pertama dari kalangan manusia adalah Nabi Adam ‘alaihi
wa sallam, dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk
keturunannya, dan semua manusia adalah adalah anak keturunannya, yang
Allah ciptakan dari tanah. Allah ta’ala berfirman : “Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani.” (QS. Hgafir : 67).
Tidak ada satu dalilpun yang menunjukan bahwa Allah menciptakan Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam dari nur (cahaya-Nya), bahkan yang masyhur bagi
semua, bahwa Allah menciptakannya dari kedua orang tuanya.
Kepada Jama’ah Tabligh
1. Nasehat
saya kepada mereka, agar perpegang teguh dalam dakwahnya dengan
al-Qur’an dan sunnah yang shahih, dan hendaklah mereka belajar
al-Qur’an, tafsir, dan hadits. Sehingga dakwah mereka benar-benar
berdasarkan ilmu, sebagaimana firman Allah ta’ala : “Katakanlah :
“Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (QS.Yusuf : 108).
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya ilmu (bisa diperoleh) hanya dengan belajar.” (Hadits hasan, lihat shahihul jami)
2. Mereka
harus berpegang teguh dengan hadits-hadits yang shahih dan menjauhi
hadits-kadits yang dhaif (lemah) dan maudu’ (palsu), sehingga mereka
tidak masuk pada yang disinyalir Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ”Cukup seseorang dikatakan berdusta jika menceritakan semua apa yang didengarnya.” (HR.Muslim).
3. Kepada
al-Ahbab (orang-orang yang saya cintai) agar tidak memisahkan antara
amar ma’ruf dan nahi munkar, karena Allah banyak menyebutkan secara
bersamaan dalam ayat-ayat al-Qur’an, seperti firman Allah ta’ala : “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepadayang
ma’ ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran : 104).
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga punya perhatian serius dan memerintahkan kamum
muslimin untuk merubah kemungkaran, sebagaimana sabdanya Shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Barang siapa di antara kalian yang melihat
kemungkaran hendaklah merubah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu,
maka hendaklah merubah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu, maka
dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR.Muslim)
4. Hendaklah
mereka memperhatikan dakwah kepada tauhid dengan serius, dan
mendahulukannya atas yang lainnya, demi mengamalkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Jadikanlah
per tama kali yang kalian dakwahkan kepada mereka adalah syahadat
(kalimat tauhid) la ilaha illallah.” (HR.Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sampai mereka (benar-benar) mentauhidkan Allah.” (HR.Bukhari).
“Mentauhidkan
Allah”, maksudnya adalah : mengesakan Allah dalam semua jenis ibada,
lebih-lebih dalam hal Do’a, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Do’a adalah Ibadah,” (HR.Tirmidzi. Beliau berkata : Hadits ini hasan shahih).
Kepada Kelompok Ikhwanul Muslimin
1. Hendaklah
mereka mengajarkan kepada anggota kelompoknya tauhid dan
macam-macamnya, yakni : tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid
asma dan sifa, karena itu adalah masalah yang sangat urgent yang
berpengaruh pada terwujudnya kebahagiaan individu maupun masyarakat,
dari pada sibuk dalam politik praktis dan yang mereka sangka seperti
fiqih waki’ (realita –ed). Ini bukan berarti buta dengan keadaan dunia
dan manusia, tapi tidak berlebi-lebihan dengannya dan tidak pula
menyepelekannya.
2. Hendaklah
mereka menjauhi pemikiran-pemikiran Sufi yang menyelisihi akidah
islam, karene banyak kita jumpai dalam kitab-kitab mereka akida-akidah
sufi yang batil :
a. Lihatlah
pimpinan mereka di Mesir, yaitu Umar Tilmisani yang banyak menyebutkan
dalam bukunya “Syahidul Mihrab” akidah-akidah Sufi yang sangat
membahayakan. Di samping membolehkan belajar musik.
b. Inilah
Sayyid Quthub, menyebutkan dalam kitabnya “Dzilalul Qur’an” akidah
Sufi wihdatul wujud pada awal surat al-Hadid, dan lain sebagainya dari
takwil-takwil yang batil. Sungguh saya telah menyampaikannya kepada
saudaranya sendiri, yaitu Muhammad Qutub agar mengomentari
kesalahan-kesalahan aqidah, karena ia adalah penanggung jawab penerbitan
“as-Syuruq”, akan tetapi dia menolaknya dan mengatakan : Saudara saya
sendiri yang akan menanggungnya. Dan saikh Abdul Latif Badr, penanggung
jawab majalah at-Tau’iyah di Mekah menyarankan kepadaku agar saya
mendatanginya lagi.
c. Lihatlah
Said Hawa, beliau menyebutkan dalam kitabnya “Tarbiyahtuna ar-Ruhiyat”
akidah-akidah Sufi, sebagaimana sudah disebutkan diawal kitab2.
d.Dan
lihatlah pula syaikh Muhammad al-Hamid dari Siria, dia menghadiahkan
kepadaku buku yang berjudul “Rudud Ala Abatil”. Dalam buku ini ada
pembahasan-pembahasan yang baik, seperti pengharaman rokok dan lainnya.
Akan tetapi dia juga menyebutkan bahwa di sana ada Abdal, Aqthab dan
Aghwats3, tapi tidaklah dinamakan al-Ghauts kecuali apabila
bisa dimintai pertolongan!!!. Padahal meminta kepada al-Ghauts dan
al-Aqthab adalah termasuk syirik yang menghapus amalan. Dan ini adalah
pemikiran Sufi yangbatil yang diingkari oleh syariat Islam.
3.Jangan
sampai mereka dengki kepada saudara-saudara mereka dari salafiyyah
yang senantiasa berdakwah kepada tauhid dan memerangi bid’ah, serta
berhukum kepada al-Qur’an dan sunnah, sebab mereka adalah bersaudara.
Allah ta’ala berfirman : “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al-Hujurat : 10). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Kepada Salafiyun dan Ansharussunah al_Muhammadiyah
1.Wasiat
saya kepada mereka agar senantiasa konsisten dalam berdakwah kepada
tauhid, berhukum dengan apa yang Allah turunkan, dan perkara-perkara
penting lainnya.
2.Hendaklah
mereka bersikap lemah lembut dalam berdakwah, bagaimanapun lawan yang
dihadapinya. Sebagaimana perwujudan firman Allah : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl:125). Dan firman Allah kepada Nabi Musa dan Harun : “Pergilah
kamu berdua kepada Fir ‘aun sesungguhnya dia telah melampaui batas.
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS.Toha :43-44). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barang siapa yang tercegah dari sifat lemah lembut, niscaya ia tercegah dari segala kebaikan”. (HR.Musliam).
3.Hendaklah
mereka sabar terhadap gangguan yang menimpa mereka, karena Allah
selalu menyertai mereka dengan pertolongan dengan memberikan kekuatan
kepada mereka. Allah ta’ala berfirman : “Bersabarlah (hai Muhammad)
dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan per tolongan Allah, dan
janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka, dan jangan
kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipudayakan. Sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang bertawakal dan orang-orang yang berbuat
kebaikan.” (QS. An-Nahl : 127-128). Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seorang
mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka
lebih utama dari pada orang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia
dan tidak sabar atas gangguan mereka.” (Hadits shahih riwayat Imam Ahmad dll).
4.Orang-orang
salafi jangan sampai beranggapan bahwa jumlah orang-orang yang
menyelisihi mereka sedikit. Karena Allah ta’ala berfirman : “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS.Saba’ : 13). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Beruntunglah
bagi orang-orang yang asing. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya siapa mereka ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
Mereka adalah orang-orang shaleh yang sedikit di tengah-tengah manusia
yang rusak lagi banyak, yang bermaksiat kepada mereka lebih banayak
dari pada yang taat kepada mereka”. (HR.Imam Ahmad dan Ibnul Mubarak).
Kepada Hizbut Tahrir
1.Wasiat
saya kepada mereka, agar menegakkan hukum islam dan ajarannya pada
diri-diri mereka, sebelum menuntut orang lain untuk menegakannya.
Sekitar 20 tahun yang lalu, pernah ada 2 orang pemuda dari mereka yang
mengunjungiku di Syiria, dalam keadaan dicukur jenggotnya. Dari keduanya
tercium bau rokok, dan meminta kepadaku diskusi dan bergabung dengan
mereka. Maka saya katakan kepada mereka, kalian mencukur jenggot dan
menghisap rokok, padahal keduannya adalah haram menurut syariat. Dan
kalian juga membolehkan jabat tangan dengan lawan jenis (yang bukan
mahramnya –ed), padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Dituduknya jarum dari besi pada kepala seorang diantara
kalian itu lebih baik dari pada menyentuh perembuan yang tidak halal
baginya.” (HR.Thabrani). Kedua pemuda tersebut berkata :
Diriwayatkan dalam shahih bukhari, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah berjabat tangan dengan wanita ketika baiat ?. Maka
saya katakana : Tolong besok datangkan kepadaku haditsnya. Maka setelah
itu keduannya pergi dan tidak kembali lagi, karena keduanya berbohong.
Karena Imam Bukhari sama sekali tidak menyebutkan yang demikian, tapi
hanya menyebutkan baiat kepada para wanita dengan tanpa jabat tangan.
Tapi sungguh aneh sebagian Ikhwanul Muslimin –juga- membolehkan jabat
tangan dengan lawan jenis (yang bukan mahramnya –ed).
Seperti syaikh
Muhamad al-Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi sebagaimana yang saya katakan
ketika saya berdialog dengannya. Dia berdalih dengan hadits seorang
budak yang menarik tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar
memenuhi kebutuhannya. (HR.Bukhari). Saya katakan : Cara pengambilan
dalilnya tidak benar, karena Jariyah (budak perempuan) ketika menarik
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyentuh tangannya tapi
hanya menyentuh lengan baju yang ada ditangannya Karena ‘Asyah berkata :”Sekali-kali
tidak, demi Allah “Tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak pernah menyentuh tangan perempuan sedikitpun dalam baiat. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah membaiat mereka (para wanita)
kecuali dengan ucapannya : Sungguh saya telah membaiat kamu atas yang
demikian itu.” (HR.Bukhari). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya saya tidak pernah berjabatan tangan dengan perempuan.” (HR.Tirmidzi dan beliau berkata : hadits ini hasan shahih)
2.Saya
pernah mendengan ceramah seorang syaikh dari Hizbut Tahrir di Yordania
yang membahas tentang para pemimpin yang tidak berhukum dengan dengan
hukum Allah. Akan tetapi, takkala saya mendatangi rumahnya, mertuannya
mengadu tentang dia kepadaku sambil mengatakan : Sesungguhnya syaikh
tadi telah memukul istrinya sampai mengenai matanya dan membekas. Maka
saya katakanan kepadanya (syaikh) : Sesungguhnya kamu menuntut para
pemimpin untuk menegakkan syariat Allah, tetapi kamu tidak menegakkan
syariat dalam rumahmu, apakah benar bahwa engkau telah memukul istrimu
sampai mengenai matanya ? maka ia menjawab : Iya, betul tapi hanya
pukulan ringan dengan gelas teh.!!. Maka saya katakana ke padanya :
Praktekkanlah Islam pada dirimu dulu, kemudian setelah itu tuntutlah
orang lain untuk mempraktekkannya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah ditanaya, apa hak istri atas suami ? beliau menjawab :
“Engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberi baju
apabila engkau mamakai baju, jangan memukul wajah, jangan
menjelek-jelekannya dan jangan engkau menghajr (pisah ranjang) kecuali
didalam rumah.” (Hadits shahih riwayat al-arba’ah : Abu Daud,
Tirmidzi, Nasa’I fan Ibnu Majah). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Apabila seseorang diantara kalian memukul budaknya hendaklah ia menjauhi wajah”. (Hadits hasan riwayat Abu Daud).
Kepada Jamaah Jihad
1.
Nasehat saya kepada mereka agar lembut dalam dakwah dan jihad mereka,
lebih-lebih kepada para pemimpin. Sebagaimana firman Allah kepada Nabi
Musa ketika mengutusnya kepada Fir’aun yang kafir : “Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan).” (QS. An-Nazi’at: 18). Juga firman Allah : “Pergilah
kamu berdua kepada Fir’aun sesungguhnya dia telah melampaui batas.
Maka berbicaralah kamu berdua kapadanya dengan kata-kata yang lemah
lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Toha: 43-44). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang tercegah dari sifat lemah lembut, niscaya ia tercegah dari segala kebaikan.” (HR.Muslim).
2.
(Hendaklah -ed) memberikan nasehat kepada kaum muslimin dan pemimpin
mereka, dengan cara membantu mereka dalam kebaikan, mentaati mereka
dalam kebaikan,
memerintahkan mereka dengan kebaikan, melarang mereka dan mengingatkan
mereka dengan lemah lembut dan tidak keluar menghadap mereka dengan
pedang (memberontak), apabila mereka berbuat zholim atau jahat.
(Silahkan telaah ucapan al-Khatabi dalam Syarah Arba’in Haditsan). Imam
Abu Ja’far at-Thahawi penulis kitab Aqidah Thahawiyah berkata : Kami
memandang, tidak boleh keluar dari imam dan para pemimpin kita walaupun
mereka berbuat zhalim, tidak mendoakan keburukan kepada mereka, tidak
mencabut tangan dari ketaatan pada mereka. Dan kami memandang, bahwa
taat kepada mereka adalah bagian dari ketaatan kepada Allah ta’ala dan
wajib mentaati mereka selama tidak memerintahkan maksiat. Bahkan kami
senantiasa mendoakan kepada mereka dengan kebaikan dan keselamatan.
a. Allah ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59).
b. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa
yang taat kepadaku maka sungguh ia telah taat kepada Allah. Dan
barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka sungguh ia telah bermaksiat
kepada Allah. Dan barang siapa taat kepada amir, berarti ia taat
kepadaku, dan barangsiapa bermaksiat kepada amir berarti ia bermaksiat
kepadaku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
c. Dari Abu Dzar r.a beliau berkata : “Kekasihku Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berwasiat kepada ku agar saya mendengar dan taat
kepada pemimpin walaupun ia seorang budak Ethiopia lagi cacat anggota
tumbuhnya.” (HR. Muslim).
d. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bagi
tiap orang wajib mendengar dan taat (kepada pemimpin) pada saat senang
dan benci, kecuali apabila diperintah untuk bermaksiat, maka apabila
dipertahankan untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan taat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
e. Dari Khudzaifah bin Yaman r.a beliau berkata : “Orang-orang
bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan dan saya bertanya
kepadanya tentang kejelekan karena khawatir akan menimpaku, saya
bertanya: Wahai Rasulullah, kita dahulu berada dalam jahiliyah dan
kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kita. Apakah
setelah kebaikan ini akan ada kejelekan? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Iya ada. Saya bertanya : Apakah setelah kejelekan akan datang kebaikan lagi ? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Iya ada, tapi didalamnya terdapat dakhan. Saya bertanya : Apa dakhannya ? Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab : Yaitu ada suatu kaum yang mengambil
dengan selain sunnahku dan mengambil petunjukku. Engkai mengetahui
mereka dan engkau mengingkarinya. Saya bertanya : Apakah setelah
kebaikan seperti ini akan ada kejelekan ? Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab : Iya, yaitu para da’i yang mengajak ke
pintu-pintu beraka Jahanam. Siapa yang menyambutnya niscaya akan
dilemparkan kedalamnya. Saya bertanya : Wahai Rasulullah, jelaskan
kepada kita ciri-ciri mereka : Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab : Mereka adalah, kaum dari bangsa kita dan
berbicara dengan bahasa kita. Saya bertanya : Wahai Rasulullah,
bagaimana nasehatmu jika kita mendapati yang demikian itu ? Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab : Engkau konsisten bersama jama’ah kaum
muslimin dan imam mereka. Saya bertanya : Bagaimana jika tidak ada
jama’ah dan tidak pula imam ? Beluai Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab : Tinggal kan seluruh kelompok-kelompok
yang ada, walaupun engkau harus menggigit akar pohon sampai ajal
menjemputmu dan engkau dalam keadadan demikian.” (HR. Bukhari dan Muslim).
f. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ” Barang
siapa melihat pada amirnya suatu yang ia benci, hendaklah ia sabar,
karena barangsiapa yang memisahkan diri satu jengkal dari jama’ah dan ia
mati, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.” (HR.Bukhari dan Muslim).
g. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sebaik-baik
pimpinan bagi kalian adalah : Pemimpin yang kalian cintai dan
merekapun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan merekapun
mendoakan kalian. Dan sejelek-jelek pemimpin
bagi kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan merekapun membenci
kalian. Kami bertanya : Wahai Rasulullah apakah kita tidak mengangkat
pedang (memberontak) saja pada saat demikian ? Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : jangan memberontak, selama mereka
mendirikan sholat bersama kalian. Ketahuilah, barangsiapa dipimpin wali
(pemimpin) dan ia melihatnya bermaksiat kepada Allah, maka hendaklah ia
membenci maksiat yang dijalannya, dan jangan sekali-kali mencabut
ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim).
h. Dalil-dalil al-qur’an dan sunnah menunjukan akan wajibnya taat kepada ulil amri selama tidak memerintahkan maksiat. Renungkan lah firman Allah berikut : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu.”
(QS. An-Nisa: 59). Kenapa Allah berfirman “dan taatilah ulil amri
diantara kamu” dengan pengulangan kata kerja “taatilah”. Ini menunjukkan
bahwa ulil amri tidak ditaati dengan sendirinya. Akan tetapi mereka
ditaati hanya pada perkara-perkara ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ini juga menunjukan bahwa barangsiapa yang taat kepada Rasul-Nya. Ini
juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang taat kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sungguh ia taat kepada Allah, karena Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memerintahkan yang bukan termasuk ketaatan kepada Allah, karena Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah ma’shum (terjaga) dari yang demikian itu.
Berbeda halnya dengan penguasa, mereka terkadang memerintahkan kepada
yang bukan ketaatan kepada Allah (maksiat), maka tidak boleh ditaati
kecuali pada perkara-perkara yang merupakan ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya. Adapun perintah untuk taat kepada penguasa walaupun mereka
berbuat zhalim, karena keluar dari ketaatan kepada mereka akan
mengakibatkan kerusakan yang berlipat ganda dibanding kezhaliman mereka,
bahkan sabar dalam menghadapi kezhaliman mereka akan menghapus
kesalahan dan dosa dan menyebabkan pahala dilipatgandakan. Karena Allah
tidak akan menjadikan mereka sebagai pimpinan kita, kecuali dengan
sebab perbuatan kita sendiri, karena balasan adalah sesuai dengan
perbuatan. Maka tidak ada jalan lain bagi kita kecuali beristigfar,
bertaubat dan memperbaiki amal perbuatan kita. Allah berfirman : “Dan
apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura : 30). Allah berfirman : “Dan
demikianlah kami jadikan sebagian orang-orang yang zhalim itu menjadi
teman bagi sevagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.”
(QS. Al-An’am : 129). Maka apabila rakyat menginginkan keselamatan
dari keburukan pemimpin yang zhalim, hendaklah mereka meninggalkan
kezhaliman. (Silahkan lihat Syarah Aqidah ath-Thahawiyah 380-381).
i.
Jihad terhadap para pemimpin kaum muslimin. Yang demikian itu dapat
dilakukan dengan cara menyampaikan nasehat kepada mereka dan kepada
seluruh jajarannya. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Agama
adalah nasehat. Kami (para sahabat) bertanya : Untuk siapa wahai
Rasulullah ? Beliau menjawab : Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para
pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin pada umumnya”. (HR. Muslim).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : “Seutama-utama jihad adalah menyampaikan kalimat kebenaran disisi pemimpin yang zhalim.” (Hadits hasan riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menjelaskan, juru selamat dari kezhaliman para hakim
yang mereka dari bangsa kita yaitu dengan cara : Kaum muslimin
bertaubat kepada Rabb mereka, memperbaiki akidah mereka dan membina
diri serta keluarga mereka diatas islam yang murni. Sebagai bentuk
perwujudan firman Alah ta’ala : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri“. (QS. Ar-Ra’d : 11). Dan ini pernah disinyalir oleh seorang da’i kontemporer dengan ungkapannya : “Tegakkanlah Negara Islam di dada-dada kalian, niscaya akan tegak di bumi kalian“.
Demikian pula, dengan cara memperbaiki akidah dalam menegakkan
bangunan di atasnya, yaitu masyarakatnya. Allah ta’ala berfirman : “Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap)
kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur : 55). (Diringkas dari Kitab Ta’liqat’ala Syarhi Thahawiyah karya syaikh al-Albanu)
Nasihat umum kepada seluruh kelompok
Saya
sekarang sudah tua renta, umur saya sekarang telah mencapai 70 tahun,
dan saya mengharapkan kebaikan bagi semua kelompok, oleh karena itu
untuk mengamalkan hadits nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Agama itu nasehat”, saya ingin menyampaikan bebrapa nasehat ini :
1.Agar
semua kelompok berpegang teguh dengan al-Qur’an dan sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk ketaatan terhadap firman
Allah : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan jangan kamu bercerai-berai..”(QS.Ali Imran : 103). Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Telah
saya tinggalkan kepada kalian dua perkara, selama kalian berpegang
teguh dengan kedudukannya, maka tidak akan tersesat, yaitu (kitabullah
al-Qur’an dan sunnah Nabinya Shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (HR.Malik dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami).
2.Apabila
jama’ah-jama’ah yang ada berselisih, hendaknya mereka kembali kepada
al-Qur’an fan hadits serta amalan para sahabat, Allah ta’ala berfirman :
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kemu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,”(QS.An-Nisa : 59).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wajib
bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya para
Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang teguhlah dengannya.” (Hadits shohih riwayat Imam Ahmad).
3.Hendaklah
mereka memperhatikan dakwah tauhid yang menjadi prioritas dan pusat
perhatian al-Qur’an. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memulai dakwahnya kepada tauhid dan memerintahkan para sahabatnya agar
memulai dengannya.
4.Sesungguhnya
saya telah masuk dan bergaul dengan kelompok-kelompok dakwah islam,
dan saya lihat bahwa dakwah salafiyahlah yang konsisten dengan
al-Qur’an dan sunnah menurut pemahaman salafus shaleh, yaitu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam para sahabatnya dan para tabiin.
Dengan sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi
isyarat tentang kelompok tang satu ini dalam sabdanya : “Ketahuilah
bahwasanya orang-orang sebelum kamu dari ahlikitab berpecah belah
menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umat ini akan berpecah belah
menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua di dalam neraka dan
yang satu di surga yaitu al-Jama’ah.” (HR.Ahmad dan dinyatakan holeh al-Hafidz Ibnu Hajar). “Semua di dalam neraka kecuali satu yaitu apa yang saya dan para sahabatku ada diatasnya.”
(HR.Tirmidzi dan dihasankan oleh al-Albani).
Dalam hadits diatas
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita,
bahwasanya orang yahudi dan nasrani berpecah belah menjadi lebih banyak
dari mereka, dan kelompok-kelompok yang banyak ini terancap masuk
neraka, karena menyimpangnya dan jatuhnya dari kitab Allah dan sunnah
Nabi-Nya. Dan bawasanya hanya satu kelompok yang selamat dari neraka dan
masuk surga, yaitu al-Jama’ah (kelompok yang berpegang teguh dengan
al-Qur’an dan sunnah serta amalan para sahabat). Keistimewaan
dakwah salafiyah adalah dakwah kepada tauhid, memerangi syirik,
mengetahui hadits-hadits yang shahih dan memperingatkan umat dari hadits
yang dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu), serta memahami hukum-hukum
syariat dengan dalil-dalilnya. Dan ini sungguh sangat penting bagi
setiap muslim. Oleh karena itu, saya menasehati seluruh
saudara-saudaraku kaum muslimin, agar senantiasa konsisten dengan dakwah
salafiyah, karena dakwah tersebut adalah dakwah yang selamat dan
kelompok yang mendapat pertolongan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Akan
senantiasa ada dari umatku satu kelompok yang tanpak diatas kebenaran,
tidak memudharatkan mereka orang yang menghinakan mereka sampai dating
urusan Allah.” (HR.Muslim).
Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk kelompok yang selamat dan mendapat pertolongan.
____________________
Note:
1. Dialihbahasakan oleh Abdurrahman Hadi Lc. Dari kitab “Kaifa Ihtadaitu ila at-Tauhid wa ash-Shiratil Mustaqim”
2. Kitab “Kaifa Ihtadaitu ila at-Tauhid wa ash-Shiratil Mustaqim oleh syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.
3. Inilah
gelar-gelar sufi atas orang-orang yang dianggap wali yang mewakili
Allah di bumi (Abdal), menguasi daerah-daerah tertentu (Aqthab) atau
yang biasa dimintai pertolongan (al-Ghauts)-ed.
[Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Vol.6 No.6 Edisi 38 - 1429H]
Oleh : Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu