Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan sesamanya dan cenderung membutuhkan yang lainnya dalam mengisi rentetan kehidupannya. Terlebih lagi dengan orang yang paling dekat tempat tinggalnya, yaitu tetangga.
Oleh karena itulah syari’at Islam datang dengan ajaran yang sangat agung dalam mengatur hubungan seseorang dengan tetangganya, yang pada decade terakhir ini cenderung terabaikan karena menonjolnya sifat cuek, mementingkan diri sendiri dan apatis terhadap tetangganya sebagai buah dari pola hidup materialistis modern.
Siapa itu Tetangga?
Para ulama berbeda pendapat tentang batasan ‘tetangga’. Namun pendapat yang paling dekat dengan kebenaran adalah dikembalika kepada ‘urf (kebiasaan) manusia. Dan yang perlu diingat adalah bahwa pengertian tetangga tidak lah terbatas pada tempat tinggal saja, tetapi juga mencakup ditempat kerja, pasar, sawah lading, kantor, tetangga dalam safar, demikian pul;a dalam ruang lingkup Negara dan kerajaan.
Pesan Islam Tentang Tetangga
Allah Ta’ala berpesan tentang tetangga dengan firman-Nya:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu..” [1]
Berkata Ali bin Tholhah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: “Tetangga yang dekat maknanya adalah tetangga yang ada hubungan kekerabatan denganmu, sedangkan tetangga yang jauh adalah tetangga yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan denganmu.” [2]
Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pesan olehselalu Jibril tentang tetangga, sebagaimana beliau tuturkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga sampai-sampai aku mengira bahwa ia (tetangga) akan mewarisi.” [3]
Bertetangga Standar Keimanan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjadikan tolak ukur keimanan seseorang dengan baik-buruknya terhadap tetangga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tetangganya.” [4]
Dan dari Ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:
“Tidak akan terjadi hari kiamat sampai merebaknya perzinahan, pemutus tali kekerabatan dan jeleknya pertetanggaan.”
Syari’at Islam Tentang Tetangga
Untuk itu, mari kita lihat bagaimana apik-nya Islam dalam memperlakukan tetangga.
1. Islam melarang dari mengganggu dan menyakiti tetangga.
Dari Abu Syuroih radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapa wahai Rasulullah?” beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya?” [6]
Berkata Ibnu Baththol rahimahullah: “Maknanya adalah tidak sempurna imannya. Dan seseorang tidak akan mencapai derajat iman yang tinggi jika mempunyai sifat seperti ini.” [7]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah (seorang perempuan) menyebutkan tentang banyak sholatnya, puasanya dan shodaqohnya, tetapi ia menyakiti tetangga dengan lisannya.” Nabi berkata, “Ia dineraka.” Laki-laki itu berkata lagi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya fulanah menyebutkan tentang sedikit puasanya, shodaqohnya dan sholatnya serta ia bershodaqoh beberapa potong keju dan tidak menyakiti tetangganya.” Nabi berkata, “Ia disurga.” [8]
2. Islam melipatgandakan dosa yang dilakukan kepada tetangga.
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tatkala ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dosa-dosa apa yang paling besar, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Engkau berzina dengan istri tetanggamu.” [9]
Dari al-Miqdad bin al-Aswad radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang laki-laki mencuri dari sepuluh rumah itu lebih ringan baginya daripada ia mencuri dari tetangganya.” [10]
3. Islam mewajibkan memperhatikan keadaan tetangga
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak kuah maka perbanyaklah airnya dan peruntukkan tetanggamu.” [11]
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bukanlah mukmin seorang yang bermalam dalam keadaan kenyang, padahal tetangganya kelaparan di dekatnya.” [12]
4. Mendahulukan tetangga dalam penjualan dan pembelian tanah
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang mempunyai tanah kemudian ingin menjualnya, hendaknya ia menawarkan kepada tetangganya.” [13]
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tetanggamu lebih berhak terhadap hak membeli terlebih dahulu. Ia ditunggu jika tidak hadir, apabila jalan mereka sama.” [14]
5. Dibolehkan bagi tetangga untuk menaruh barangnya di dinding rumah tetangganya asalkan tidak memudharatkannya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah seseorang melarang tetangganya untuk menancapkan kayu baker di dinding rumahnya.” [15]
6. Islam menyuruh agar bersabar dari gangguan tetangga, bukan membalasnya.
Dari Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan tentang tetangganya, maka beliau berkata: “Lemparkan barangmu ke jalan.” Lalu lelaki itu melemparnya. Maka orang-orang melewatinya dan melaknat tetangganya. Tetangga itu datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata: “Wahai Rasulullah, (faedah) apa yang aku dapatkan dari orang-orang?” Nabi bertanya, “Apa yang kamu jumpai dari mereka?” Ia menjawab, “Mereka melaknatku.” Nabi berkata, “Sungguh Allah telah melaknatmu sebelum manusia!” Maka orang itu berkata, “Aku tidak akan mengulanginya.” Maka orang yang mengadu datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau berkata kepadanya, “Angkat barangmu karena engkau telah dicukupkan (dari gangguan tetanggamu).” [16]
7. Jika tetangganya non muslim, hendaknya ia mempergaulinya dengan baik dan tidak boleh mengggangunya.
Berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala dalam surat an-Nisa/4: 36.
Wallahu a’lam bis showab.
Note:
[1] QS. an-Nisa/4: 36
[2] Tafsir Ibnu Katsir 2/36
[3] HR.al-Bukhari 6015 & Muslim 2625
[4] HR.al-Bukhari 6019
[5] HR.al-Bazzar hal.238-az-Zawaid, Silsilah ash-Shohihah 5/360
[6] HR.al-Bukhari 6016
[7] Syarh Ibnu Baththol 17/9
[8] HR.Ahmad 8/168, Majma’ dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shohih at-Targhib wat Tarhib 2560
[9] HR.al-Bukhari 4761
[10] HR.Ahmad 52/182, Shohih at-Targhib 2549
[11] HR.Muslim 2625
[12] HR.al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrod 112, al-Hakim 4/167
[13] HR.Ibnu Majah 2493, Irwaul Gholil 1538, 1539
[14] HR.Abu Dawud 3520, Shohih Ibnu Majah 2494
[15] HR.al-Bukhari 2463
[16] HR.at-Thobroni dalam al-Mu’jamul Kabir 17812, lihat Shohih at-Targhib 2558
Sumber: Majalah al-Mawaddah Edisi ke-8, Tahun ke-3, Robi’ul Awwal-Robi’uts Tsani 1431H, Maret 2010 Hal.37-39
by Abu Abdurrahman on Friday, January 20, 2012
No comments:
Post a Comment