Motivasi Diri




 



 Motivasi : BImbingan + Usaha >>>Kejayaan...
http://www.facebook.com/video/video.php?v=224426827575002&comments


Ten Phrases That Lead to Success!

... ten different phrases that are short, easy, and light, but will give you what no eye has seen, no hear has heard, and what no mind has imagined (Jannah ).


 Bersyukur dan bersabar
http://www.youtube.com/watch?v=YIkJX08Fit4&feature=related



-----------------------------------------------------------


-cara-menjadi-orang-yang-menyenangkan.html

------------------------------------------------------------
DOA dan Zikir  ( sahihah )

Doa Istiftah

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ, اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ , كَمََا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ , اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ , بِالثَّلْجِ وَالْمَاءِ وَالْبَرَدِ

“Ya Allah, jauhkan antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan, es, air dan salju”.
— (HR. Bukhari:1/181 dan Muslim: 1/419


 ------------------------------------------

Ayuh kita terus maju ke hadapan kerana kita mahu sampai ke destinasi.

firman Allah SWT dalam surah ali-imran:133 yang bermaksud:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (ali-imran:133)
Benar, dalam memohon keampunan dan melaksanakan amal soleh kita tidak boleh bertangguh-tangguh. Semua peluang perlu direbut kerana kita tidak pasti bahawa peluang yang sama akan datang lagi. Sejak kecil kita diceritakan tentang syurga dan segala nikmat yang ada di dalamnya yang akan kekal berterusan. Itulah tempat yang disediakan oleh Allah SWT untuk kita semua, jika kita mahu ke sana. Namun, kita seringkali terlalai dan bertangguh-tangguh seolah-olah kita akan hidup selama-lamanya. Tidakkah kita sedar bahawa pada bila-bila masa nyawa kita boleh dicabut dan peluang beramal dan mendapatkan keampunan akan hilang serta merta ? Aaah, itulah manusia yang seringkali terlupa. Namun aku bukan manusia biasa, kerana aku mahu ke sana, ke tempat yang dijanjikan Allah itu.
Dalam ayat seterusnya, Allah SWT menyatakan tentang ciri-ciri mereka yang bakal menghuni syurga itu.
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan marahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (ali-imran:134).
Ya, mereka itulah orang-orang yang ikhlas yang menginfakkan harta di kala senang dan susah, yang berjihad di kala ringan dan berat, yang beramal di kala lapang dan sibuk. Mereka memberikan keutamaan kepada Allah dan bukan diri sendiri. Tiada yang lebih utama dari melaksanakan ubudiyah kepada Allah. Bukan itu saja, mereka itu juga merupakan orang-orang yang mampu menahan marah dan memaafkan kesalahan orang lain.
Sahabat,
Pengalaman hidup sepatutnya telah mematangkan kita. Bersikap positif dan terus memfokuskan usaha-usaha bakti dan amal soleh adalah lebih menguntungkan dari terlalu memikirkan kesilapan lalu terutama kesilapan yang dilakukan oleh orang lain. Bagi kita yang terlibat dalam kerja-kerja kebajikan dan dakwah, kita akan dapati jalan dakwah ini sentiasa penuh dugaan. Di sepanjang jalan itu tentu banyak peristiwa yang menghiris hati telah berlaku. Tentu banyak perkara yang mengganggu emosi telah kita temui. Mungkin ada perkara yang disengajakan orang dan ada perkara yang memang terhasil dari perancangan jahat. Tetapi di sana sini ada juga salah silap yang tidak disengajakan atau sesuatu yang berlaku atas sebab kurangnya pemahaman atau dipengaruhi maklumat yang tidak tepat. Apapun sebabnya, dan apapun kesannya, Allah SWT mengajar kita, di peringkat diri kita sebagai individu, memaafkan segala kesilapan itu adalah lebih baik.
Mari kita sucikan hati, kosongkan perasaan marah dan masuk ke dalam kelompok manusia yang dimaksudkan dalam ayat 133-134 di atas. Memfokus kepada perkara positif akan menenangkan perasaan, memudahkan langkah dan menghasilkan pulangan yang lebih baik atas segala usaha yang kita lakukan. Banyak buku-buku yang telah ditulis dalam perkara ini sama ada oleh penulis dari bidang pengurusan maupun agama yang boleh kita baca untuk meyakinkan diri.




---------------------------------------------------------------------------

Keutamaan Ilmu


Pertama :
Ilmu Meningkatkan derajat
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Allah akan mengangkat kedorang-orang yang beriman dan diberikan ilmu di antara kalian beberapa derajat. Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al Mujadilah [58] : 11).
Al Hafizh menjelaskan, “Ada yang mengatakan tentang tafsirannya adalah : Allah akan mengangkat kedudukan orang beriman yang berilmu dibandingkan orang beriman yang tidak berilmu. Dan pengangkatan derajat ini menunjukkan adanya sebuah keutamaan…” (Fathul Bari, 1/172). Beliau juga meriwayatkan sebuah ucapan Zaid bin Aslam mengenai ayat yang artinya, “Kami akan mengangkat derajat orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf [12] : 76). Zaid mengatakan, “Yaitu dengan sebab ilmu.” (Fathul Bari, 1/172).

Ibnu Katsir menyebutkan di dalam tafsirnya sebuah riwayat dari Abu Thufail Amir bin Watsilah yang menceritakan bahwa Nafi’ bin Abdul Harits pernah bertemu dengan Umar bin Khattab di ‘Isfan (nama sebuah tempat, pen). Ketika itu Umar mengangkatnya sebagai gubernur Mekah. Umar pun berkata kepadanya, “Siapakah orang yang kamu serahi urusan untuk memimpin penduduk lembah itu?”. Dia mengatakan, “Orang yang saya angkat sebagai pemimpin mereka adalah Ibnu Abza; salah seorang bekas budak kami.” Maka Umar mengatakan, “Apakah kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?”. Dia pun menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dia adalah orang yang pandai memahami Kitabullah, mendalami ilmu waris, dan juga seorang hakim.” Umar radhiyallahu’anhu menimpali ucapannya, “Adapun Nabi kalian, sesungguhnya dia memang pernah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah akan mengangkat kedudukan sekelompok orang dengan sebab Kitab ini, dan akan merendahkan sebagian lainnya karena kitab ini pula.’ (HR. Muslim).
Kedua :
Nabi diperintahkan untuk berdoa untuk mendapatkan tambahan ilmu
Di dalam Kitabul Ilmi Bukhari membawakan sebuah ayat yang artinya, “Wahai Rabbku, tambahkanlah kepadaku ilmu.” (QS. Thaha [20] : 114). Kemudian Al Hafizh menjelaskan, “Ucapan beliau : Firman-Nya ‘azza wa jalla, ‘Wahai Rabbku tambahkanlah kepadaku ilmu’. Memiliki penunjukan yang sangat jelas terhadap keutamaan ilmu. Sebab Allah ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan untuk apapun kecuali tambahan ilmu. Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu syar’i; yang dengan ilmu itu akan diketahui kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang mukallaf untuk menjalankan ajaran agamanya dalam hal ibadah ataupun muamalahnya, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, dan hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, menyucikan-Nya dari segenap sifat tercela dan kekurangan. Dan poros semua ilmu tersebut ada pada ilmu tafsir, hadits dan fiqih…” (Fathul Bari, 1/172).
Ketiga :
Perintah bertanya kepada ahli ilmu
Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci memerintahkan untuk bertanya kepada mereka (ahli ilmu) dan merujuk kepada pendapat-pendapat mereka. Allah juga menjadikannya sebagaimana layaknya persaksian dari mereka. Allah berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu kecuali para lelaki yang Kami wahyukan kepada mereka : bertanyalah kepada ahli dzikir apabila kalian tidak mempunyai ilmu.’ (QS. An Nahl [16] : 43). Sehingga makna ahli dzikir adalah ahli ilmu yang memahami wahyu yang diturunkan Allah kepada para nabi.” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 24).
Keempat :
Kebenaran akan tampak bagi ahli ilmu
Ibnul Qayyim mengatakan, “Allah Yang Maha Suci memberitakan mengenai keadaan orang-orang yang berilmu; bahwa merekalah orang-orang yang bisa memandang bahwa wahyu yang diturunkan kepada Nabi dari Rabbnya adalah sebuah kebenaran. Allah menjadikan hal ini sebagai pujian atas mereka dan permintaan persaksian untuk mereka. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang diberikan ilmu bisa melihat bahwa wahyu yang diturunkan dari Rabbmu itulah yang benar.” (QS. Saba’ [34] : 6).” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 24).
Kelima :
Segala sifat terpuji bersumber dari ilmu
Ibnul Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya seluruh sifat yang menyebabkan hamba dipuji oleh Allah di dalam Al Qur’an maka itu semua merupakan buah dan hasil dari ilmu. Dan seluruh celaan yang disebutkan oleh-Nya maka itu semua bersumber dari kebodohan dan akibat darinya…” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 128).
Beliau juga menegaskan, “Dan tidaklah diragukan bahwasanya kebodohan adalah pokok seluruh kerusakan. Dan semua bahaya yang menimpa manusia di dunia dan di akhirat maka itu adalah akibat dari kebodohan…” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 101).

Kebahagiaan ilmu
Ibnul Qayyim mengatakan, “Adapun kebahagiaan ilmu, maka hal itu tidak dapat kamu rasakan kecuali dengan cara mengerahkan segenap kemampuan, keseriusan dalam belajar, dan niat yang benar. Sungguh indah ucapan seorang penyair yang mengungkapkan hal itu,
Katakanlah kepada orang yang mendambakan
Perkara-perkara yang tinggi lagi mulia
Tanpa mengerahkan kesungguhan
Berarti kamu berharap sesuatu yang mustahil ada
Penyair yang lain mengatakan,

Kalau bukan karena faktor kesulitan
Tentunya semua orang bisa menjadi pimpinan
Sifat dermawan membawa resiko kemiskinan
Sebagaimana sifat berani membawa resiko kematian

(Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 111).

Beliau juga mengatakan, Berbagai kemuliaan berkaitan erat dengan hal-hal yang tidak disenangi (oleh hawa nafsu, pen). Sedangkan kebahagiaan tidak akan bisa dilalui kecuali dengan meniti jembatan kesulitan. Dan tidak akan terputus jauhnya jarak perjalanan kecuali dengan menaiki bahtera keseriusan dan kesungguh-sungguhan. Muslim mengatakan di dalam Sahihnya, ‘Yahya bin Abi Katsir berkata : Ilmu tidak akan diraih dengan tubuh yang banyak bersantai-santai.’ Dahulu ada yang mengatakan, ‘Barangsiapa yang menginginkan hidup santai (di masa depan, pen) maka dia akan meninggalkan banyak bersantai-santai.’.” (Al ‘Ilmu, fadhluhu wa syarafuhu, hal. 112).

[Secara umum, al Quran menyatakan.."SUNGGUNYA BESERTA KESUSAHAN ITU (ADA, datangnya ) KESENANGAN "..
Hadis Rasulullah s.a.w. juga ada menjelaskan , mafhumnya " siapa yang inginkan dunia , maka (dapat dicapainya) dengan menguasai ilmu ; siapa yang inginkan akhirat,(juga dengan ilmu ); siapa yang inginkan kedua-duanya sekali (juga dengan ilmu ) "

Pepatah Melayu mengatakan:
Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang senang kemudian

Kalau tidak dipecahkan ruyung, manakan dapat sagunya ]


Inilah sekelumit pelajaran dan motivasi bagi para penuntut ilmu,agar sentiasa bersedia , sanggup untuk bersusah payah dan bersabar di jalan ilmu itu .
Semoga yang sedikit ini bisa menyalakan semangat mereka dalam berjuang membela agama-Nya dari serangan musuh-musuh-Nya. Sesungguhnya pada masa yang penuh dengan fitnah semacam ini kehadiran para penuntut ilmu yang sejati sangat dinanti-nanti.
Para penuntut ilmu yang berhias diri dengan adab-adab islami, yang tidak tergoda oleh gemerlapnya dunia dengan segala kepalsuan dan kesenangannya yang fana.
Para penuntut ilmu yang bisa merasakan nikmatnya berinteraksi dengan Al Qur’an sebagaimana seorang yang lapar menyantap makanan.
Para penuntut ilmu yang senantiasa berusaha meraih keutamaan di waktu-waktunya.
Para penuntut ilmu yang bersegera dalam kebaikan dan mengiringi amalnya dengan rasa harap dan cemas.
Para penuntut ilmu yang mencintai Allah dan Rasul-Nya mengatasi kecintaannya kepada segala sesuatu.
Disusun oleh Ari Wahyudi
sumber :DAKWAH TAUHID



Post berkaitan:

----------------------------------------------


Saudaraku… Apa Yang Kau Cari?


Salah seorang teman -semoga Allah menambahkan kepadanya ilmu yang bermanfaat- pernah menulis sebuah artikel dengan judul yang kurang lebih sama dengan judul tulisan ini. Namun, pada kesempatan ini saya hanya akan sedikit menyampaikan beberapa keterangan dan sedikit mengkaji realita yang ada di sekitar kita demi mengingatkan diri kami sendiri dan segenap ikhwah

Pertama; Masalah Niat
Kita semua mengetahui bahwa amalan yang kita lakukan akan sangat tergantung pada niat pelakunya. Oleh sebab itu kami mengingatkan kepada segenap ikhwah untuk senantiasa menjaga niat dalam beramal karena Allah, bukan sebaliknya , iaitu karena mencari tujuan-tujuan yang rendah dan hina. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya setiap amal dinilai berdasarkan niatnya. Dan setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
Allah ta’ala berfirman, “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang di dalamnya dia mempersekutukan diri-Ku dengan selain-Ku maka akan Aku tinggalkan dia dan kesyirikannya.” (HR. Muslim).
Maka keikhlasan adalah perkara yang sangat penting dan tidak boleh dilupakan , dalam setiap amalan yang kita lakukan, di mana pun dan kapan pun…Juga suatu yang perlu untuk : sentiasa dijaga dan diujinilai keadaannya dari masa kemasa agar kualitinya sentiasa terjaga malah jika perlu di "upgrade " kan disepanjang jalan beramal itu ( berdasarkan peningkatan ilmu kita..Insya Allah ) sehingga kita berhasil memperoleh yang terbaik dari amal kita walaupun kelihatannya sedikit...
Kedua; Masalah Prioritas
Kita semua mengetahui bahwa keutamaan amalan itu bertingkat-tingkat, ada yang wajib dan ada yang sunnah, ada yang utama dan ada yang lebih utama, ada yang penting dan ada yang lebih penting. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah ta’ala berfirman,
“Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepadaku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada mengerjakan hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya…” (HR. Bukhari)
Oleh sebab itu hendaknya kita lebih mendahulukan sesuatu yang memiliki urgensi dan keutamaan yang lebih daripada sesuatu yang kurang urgen dan kurang utama, terlebih lagi di saat-saat kebanyakan manusia tenggelam dalam kelalaian dan penyimpangan-penyimpangan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ibadah di saat fitnah berkecamuk laksana berhijrah kepadaku.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim)
Ketiga; Masalah Ilmu
Kita semua mengetahui bahwa ilmu merupakan pintu menuju kebahagiaan, keselamatan, dan kemuliaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah maka akan dipahamkan oleh-Nya dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Beliau juga bersabda,
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu [agama] niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Oleh sebab itu hendaknya kita bersemangat dalam menuntut ilmu ini.
Ibnul Qayyim rahimahullah pernah mengatakan,
“Barangsiapa yang menuntut ilmu dalam rangka menghidupkan ajaran Islam, maka dia termasuk Shiddiqin dan derajatnya adalah sesudah derajat kenabian.”
Imam Ahmad rahimahullah juga berkata,
“Manusia lebih membutuhkan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dalam sehari cukup sekali atau dua kali. Adapun ilmu, ia dibutuhkan sebanyak hembusan nafas.”
Keempat; Masalah Hidayah
Kita semua mengetahui betapa perlunya kita terhadap hidayah dan bimbingan dari Allah ta’ala. Sehingga setiap hari kita memohon kepada-Nya untuk ditunjuki jalan yang lurus.
Hidayah ini mencakup petunjuk berupa ilmu dan amalan.

Kerana orang yang berjalan di atas jalan yang lurus adalah yang memadukan antara ilmu dan amalan. Bukan sekedar berilmu tapi tidak beramal. Bukan juga beramal namun tanpa ilmu.


Oleh sebab itu kita harus menjaga nikmat hidayah ini dengan baik. Jangan sampai Allah mencabut hidayah ini dari dalam diri kita akibat kelalaian dan kesalahan kita sendiri.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tatkala mereka menyimpang maka Allah pun simpangkan hati mereka.” (QS. ash-Shaff: 5).

Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka dia akan mendapatkan penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya di hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata: Wahai Rabbku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku bisa melihat. Allah menjawab; Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami akan tetapi kamu justru melupakannya, maka demikian pula pada hari ini kamu dilupakan.” (QS. Thaha: 124-125)
Kelima; Masalah Dakwah
Kita semua juga mengetahui bahwa dakwah merupakan tugas agung para pengikut setia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dakwah memiliki keutamaan dan urgensi yang sangat besar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Inilah jalanku, aku mengajak kepada Allah di atas ilmu yang nyata, aku dan orang-orang yang mengikutiku, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)
Oleh sebab itu ilmu yang telah kita dapatkan tidak boleh disembunyikan. Hendaknya kita ikut berpartisipasi dalam menyebarluaskannya. Terlebih lagi di masa seperti masa kita sekarang ini tatkala kebatilan dan kemaksiatan begitu gencarnya dipromosikan melalui segala sarana, baik di kota maupun di desa, di kalangan orang tua maupun anak muda. Imam Ahmad rahimahullah pernah berkata, “Ilmu itu tidak bisa ditandingi oleh apapun, yaitu bagi orang yang niatnya benar.” Ketika ditanya apa maksud niat yang benar itu, beliau menjawab, “Yaitu belajar dalam rangka menghilangkan kebodohan dari dirinya sendiri dan dari orang lain.”
Keenam; Masalah Sabar
Kita semua mengetahui bahwa untuk menuntut ilmu, mengamalkannya dan mendakwahkannya tentu saja dibutuhkan kesabaran. Demikian juga untuk menjauhi larangan-larangan, menjalankan perintah, serta tatkala mengalami musibah. Maka hendaknya setiap kita menggembleng diri dengan kesabaran. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dengan bekal kesabaran dan keyakinan, maka akan diraih kepemimpinan dalam urusan agama.”
Para ulama kita juga menegaskan, bahwa sabar laksana kepala bagi anggota badan. Apabila kesabaran itu hilang maka hilanglah keimanan. Sabar ini sangat dibutuhkan. Lihatlah kesabaran para ulama kita dalam menuntut ilmu hingga harus merasakan haus dan lapar, jauh dari sanak famili, harus meninggalkan tanah kelahiran mereka, bahkan ada di antara mereka yang rela menjual pakaian dan bahkan rumahnya demi menuntut ilmu.
Demikian juga lihatlah kesabaran mereka dalam menghadapi berbagai ujian dan tekanan yang datang dari musuh-musuh dakwahnya. Tidaklah itu semua mereka lakukan kecuali karena keyakinan mereka akan kebenaran janji Allah ta’ala kepada orang-orang yang sabar. Allah tidak akan menyia-nyiakan jerih payah mereka, Allah tidak akan menyia-nyiakan keimanan dan kesabaran mereka selama hidup di dunia… Karena Allah akan membalasnya dengan surga yang kenikmatannya belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia… Sebuah kenikmatan yang sekali celupan di dalamnya bisa melupakan segala kesusahan dan kerepotan yang pernah dialaminya selama hidup di dunia…
Ketujuh; Masalah Akidah
Kita semua telah mengetahui keutamaan dan urgensi akidah bagi individu dan masyarakat. Sebab akidah yang benar merupakan kunci keselamatan pada hari pembalasan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari itu [hari kiamat] tidaklah berguna harta dan keturunan kecuali bagi orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.” (QS. asy-Syu’ara’: 88-89). Allah pun menjadikan dakwah kepada akidah yang benar sebagai pondasi dan ruh dakwah para nabi dan rasul. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. an-Nahl: 36)
Oleh sebab itu selayaknya setiap pribadi muslim dan muslimah memiliki perhatian yang besar terhadap masalah akidah, memahaminya dengan benar dan berusaha mendakwahkannya kepada umat setelah berusaha menanamkannya di dalam dirinya sendiri. Janganlah kita meremehkan masalah akidah, karena ia adalah pondasi dan ruh agama ini. Akidah tidak hanya dibutuhkan di permulaan, di tengah-tengah, ataupun di akhir saja, namun dia dibutuhkan di semua waktu dan di segala kondisi. Inilah ibadah hati yang tidak boleh terlepas barang sedetik pun dari hati setiap insan.
Kita harus ingat, bahwa bodoh dan lalai terhadap akidah adalah gerbang kehancuran. Allah ta’ala berfirman tentang bahaya penyimpangan akidah ini (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS. al-Ma’idah: 72). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia akan mengampuni dosa lain yang berada di bawah tingkatan itu bagi siapa saja yang Dia kehendaki.” (QS. an-Nisaa’: 48)
Kedelapan; Masalah Bahasa Arab
Kita semua juga telah mengetahui bahwa ayat-ayat dan hadits-hadits ditulis dalam bahasa arab, demikian juga kitab-kitab para ulama kita. Maka menjadi kebutuhan bagi kita semua untuk bisa memahami ayat-ayat, hadits-hadits serta keterangan para ulama dengan benar. Oleh sebab itu alangkah pentingnya bagi setiap penuntut ilmu untuk mempelajari bahasa ini. Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu berkata, “Pelajarilah bahasa arab, karena ia adalah bagian penting dari agama kalian.” Dengan memahami bahasa arab, maka seorang penuntut ilmu akan dapat membaca kitab-kitab tafsir, hadits dan fikih serta kitab-kitab ushul yang akan sangat berguna bagi pembentukan pribadi muslim yang cerdas dan bermanfaat bagi umat manusia.
Kesembilan; Masalah Waktu
Kita semua mengetahui bahwa waktu, umur dan kesempatan merupakan kenikmatan yang tidak ternilai harganya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua nikmat yang banyak orang tertipu olehnya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari). Oleh sebab itu, Allah ta’ala juga bersumpah dengan waktu. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi waktu. Sesungguhnya semua orang benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3)
Oleh sebab itu semestinya kita gunakan waktu ini sebaik-baiknya demi kebahagiaan hidup kita di dunia maupun di akhirat. Sebab kita juga tidak tahu kapan kita akan mati dan dalam keadaan apa kita mati. Yang bisa kita lakukan adalah beramal dan beramal. Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu adalah kumpulan hari. Apabila berlalu hari itu, maka hilanglah sebagian dari dirimu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan, “Bersegeralah dalam beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan malam yang gelap gulita. Pada waktu pagi seorang beriman namun di sore hari menjadi kafir, atau pada sore hari dia beriman dan esok harinya kafir, dia menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan dunia.” (HR. Muslim)
Penutup

Mungkin ini saja sebagian catatan yang rasanya perlu kami sampaikan sebagai pengingat bagi diri kami dan pembaca sekalian, mengingat pentingnya hal ini untuk disampaikan dan demikian banyaknya perkara yang menjauhkan kaum muslimin dari agama mereka.
Tulisan ini terutama kami tujukan kepada segenap generasi muda yang telah diberikan kenikmatan oleh Allah berupa akal pikiran dan kesempatan serta kekuatan, agar mereka tidak menyia-nyiakan berbagai kesempatan baik yang telah dibukakan untuk mereka.
Semoga yang singkat ini bermanfaat, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
* Tulisan ini disusun dengan saran dari salah seorang teman -semoga Allah senantiasa menjaganya-
Sumber : DAKWAH TAUHID

------------------------------------

Tiga Pendusta

Dalam Kitab al-Imarah Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya golongan pertama manusia yang akan diadili pada hari kiamat ada tiga. Di antaranya adalah seorang lelaki yang mati dalam upaya mencari kesyahidan. Dia didatangkan dan ditunjukkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang sekiranya akan dia peroleh karena amalnya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang sudah kamu kerjakan untuk mendapatkannya?’. Dia menjawab, ‘Aku telah berperang di jalan-Mu sampai akhirnya aku mati syahid.’ Allah berkata, ‘Dusta kamu. Sebenarnya kamu berperang demi mendapatkan julukan sebagai orang yang gagah berani, dan hal itu telah kamu dapatkan.’ Lantas orang itu diseret oleh malaikat dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian, ada seorang lelaki yang suka mempelajari ilmu dan mengajarkannya, serta pandai membaca al-Qur’an. Dia pun didatangkan. Ditunjukkanlah kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang akan diperoleh karena amalnya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang sudah kamu kerjakan untuk mendapatkannya?’. Di menjawab, ‘Aku telah mempelajari ilmu, mengajarkannya, dan membaca al-Qur’an untuk-Mu.’ Allah mengatakan, ‘Dusta kamu. Sebenarnya kamu mempelajari ilmu demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang berilmu, dan kamu membaca al-Qur’an agar disebut sebagai ahli baca al-Qur’an. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan.’ Lantas orang itu diseret oleh malaikat dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya, seorang lelaki yang Allah lapangkan untuknya harta dan Allah berikan kepadanya berbagai jenis kekayaan. Dia pun didatangkan. Ditunjukkanlah kenikmatan-kenikmatan yang akan diperoleh dengan sebab amalnya, maka dia pun mengetahuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang sudah kamu kerjakan untuk mendapatkannya?’. Dia menjawab, ‘Tidak pernah aku lewatkan satu perkara pun yang Engkau sukai untuk aku berinfak kepadanya, melainkan aku pasti telah menginfakkan hartaku padanya karena-Mu.’ Allah berkata, ‘Dusta kamu. Sebenarnya kamu lakukan itu agar kamu disebut sebagai dermawan, dan hal itu telah kamu dapatkan. Kemudian orang itu pun diseret dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim [1905], lihat Syarh Muslim [6/531-532])

Hadits yang agung ini menerangkan kepada kita nasib malang yang menimpa tiga pendusta.  
Pertama, orang yang  berjihad akan tetapi tidak ikhlas.
Kedua, orang yang bergelut dengan ilmu dan mendakwahkannya akan tetapi tidak ikhlas.
Ketiga, orang yang berderma dengan hartanya akan tetapi tidak ikhlas.

Mereka bertiga celaka akibat tidak pandai menjaga hatinya dari riya’ dan sum’ah.
Mereka beramal bukan karena Allah, tapi karena manusia, mengharapkan pujian dan sanjungan mereka. Itulah niat yang tersimpan di dalam hatinya, yang Allah tampakkan pada hari kiamat, pada hari tidak akan ada orang yang bisa berbohong dan menyembunyikan kedustaannya.

Dalam Kitab az-Zuhd, Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Allah tabaraka wa ta’ala berfirman,  
“Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang dia mempersekutukan diriku dengan selain Aku maka Aku tinggalkan dia bersama dengan kesyirikannya.” (HR. Muslim [2985], lihat Syarh Muslim [9/232])
Abu Ishaq al-Fazari berkata,  
“Sesungguhnya ada di antara manusia orang yang menyukai pujian kepada dirinya padahal dirinya tidak lebih berharga di sisi Allah daripada sehelai sayap nyamuk.” (Ta’thir al-Anfas, hal. 573). Ibnu Taimiyah berkata, “Barangsiapa yang mencintai seseorang tapi bukan karena Allah, maka bahaya teman-temannya lebih besar daripada bahaya musuh-musuhnya.” (Ta’thir al-Anfas, hal. 575).

Semoga Allah melindungi kita dari syirik dan segala hal yang menjerumuskan ke dalamnya…
sumber : DAKWAH TAUHID 

-----------------------------------------------------

 Kaedah Menyebarkan "artikel "  berkait  Agama :

Assalamualaikum warahmatullah.Sungguh amat sukacita melihat kesungguhan para sahabat-sahabat FB sekalian berdakwah dengan cara menyebarkan artikel-artikel agama yang mengandungi nasihat-nasihat yang baik.Namun,agak sedih jika melihat artikel-artikel ini tidak disertakan sumber,bahkan sesetengahnya terdedah pula kepada bahaya kedustaan yang dilakukan atas nama agama.Justeru saya 2 kaedah mudah dalam menyebarkan artikel-artikel berkaitan agama.

Pertamanya,ialah menyemak dari manakah sumber artikel yang anda dapat.Firman Allah 'Azza wa Jalla:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan. "
(49:6)
Sebab turunnya ayat ini merujuk kepada peristiwa salah seorang sahabat Rasulullah yang silap membawa berita kepada Rasulullah sehingga hampir-hampir menyebabkan ada kaum yang nyaris diperangi oleh baginda.justeru artikel berkaitan agama,tambahan lagi yang melibatkan status halal-haram sesuatu perkara,patu disemak dulu dari mana asal-usulnya.Para imam hadith juga,kebiasaannya menyemak sumber-sumber hadith yang mereka terima,bagi memastikan mereka tidak meriwayatkan hadith yang palsu.Justeru,apabila anda membaca tulisan yang dinyatakan sebagai Al-Hadith,maka pastikan dari mana datangnya,dari kitab manakah,dan status hadith tersebutJangan kerana keghairahan kita hendak menyebarkan kebaikan kita termasuk dalam ancaman Rasulullah,berkenaan dengan orang yang menyebarkan kedustaan atas nama baginda:


Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata. telah bersabda Rasulullah SAW. "Janganlah kamu berdusta atas (nama)ku.! Karena, sesungguhnya barangsiapa yang berdusta atasku, maka hendaklah ia memasuki neraka".
Hadist shahih, riwayat Bukhari (1/35), Muslim (1/7), Tirmidzi (4/142 Kitabul Ilmi), Ibnu Majah (No. 3) dan Ahmad.


Dari Mughirah (bin Syu'bah) radliyallahu 'anhu, ia berkata, Aku telah mendengar Nabi SAW bersabda : "Sesungguhnya berdusta atasku tidaklah sama berdusta kepada orang lain (selainku), maka barangsiapa yang berdusta atas (nama)ku dengan sengaja, hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka".
Hadist shahih riwayat Bukhari (2/81), Muslim (1/8) dan Ahmad (4/252).

Dari Watsilah bin Asqa', ia berkata. telah bersabda Rasulullah SAW. "Sesungguhnya dari sebesar-besar dusta adalah, seorang menda'wahkan/mengaku (berbapak) kepada yang bukan bapaknya (yakni menasabkan diri kepada orang lain yang bukan bapaknya), atau (ia mengatakan) telah diperlihatkan kepada matanya apa yang (sebenarnya) matanya tidak pernah melihat (yakni ia mengaku telah bermimpi dan melihat sesuatu tetapi sebenarnya bohong).

Dalam riwayat yang lain di jelaskan, atau (ia mengatakan), telah diperlihatkan kepada kedua matanya dalam tidur mimpi) apa yang tidak dilihat oleh kedua matanya (yakni ia mengaku telah bermimpi sesuatu padahal dusta), atau ia mengatakan atas (nama) Rasulullah SAW apa yang beliau tidak pernah sabdakan".
Hadits shahih, riwayat Bukhari (4/157) dan Ahmad (4/106) dan riwayat yang kedua, dari jalannya.

Dari Abi Bakar bin Salim dari bapaknya (yaitu Salim bin Abdullah bin Umar) dari kakeknya (yaitu Abdullah bin Umar), ia berkata. Sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda. "Sesungguhnya orang yang berdusta atas (nama)ku akan dibangunkan untuknya satu rumah di neraka". Hadist shahih, dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal di musnadnya (2/22, 103 & 144) dan sanadnya shahih atas syarat Bukahri dan Muslim.
***Takhrij hadith dipetik dari tulisan Al-Ustadz Abdul Hakim Amir Al-Abdat(http://terjemah-tafsirquran.blogspot.com/2009/12/tafsiir-quran-kontemporer-lengkap-qs.html)


Yang kedua,menyemak isi kandungan sesuatu artikel.Jika tidak mampu,maka bertanyalah dahulu kepada mereka yang tahu.Firman Allah :
"Dan Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu (wahai Muhammad) melainkan orang-orang lelaki yang Kami wahyukan kepada mereka (bukan malaikat); maka bertanyalah kamu kepada Ahl Al-Dzikri jika kamu tidak mengetahui. "
(21:7)
Di dalam ayat ini Allah mengajarkan satu kaedah yang amat penting,iaitu BERTANYA jika tidak tahu.Pepatah Melayu juga ada menyebut: "Malu bertanya sesat jalan".Ingatlah tidak akan jatuh martabat seseorang yang berkata "aku tidak tahu" berbanding kita memandai-mandai dalam perkara yang kita jahil mengenainya.
Sekian sahaja perkataan saya yang dha'if ini.Semoga bermanfaat kepada anda setiapkali anda mendapat artikel-artikel yang berkaitan agama.Mudah-mudahan Allah menjadikan kita orang-orang yang memenangkan agama-Nya dan menjaga ketulenan agama-Nya.Saya akhiri tulisan ringkas ini dengan sepotong hadith:
عن أبي رقية تميم بن أوس الداري رضي الله عنه, أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ» قلنا: لمن؟ قال: «لله, ولكتابه, ولرسوله, لأئمة المسلمين وعامتهم». رواه مسلم
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim)

Wallahu 'Alam.Wallahu waliyyut tawfiq.
sumber : Bicara Adden