Tatacara Zikir Lepas Solat Menurut Imam Syafie Rahimahullah.
Berkata Imam asy-Syafi’e dalam kitabnya yang tersohor, al-Umm jilid 1, ms. 127:
وَاخْتِيَارٌ لِلإِمَامِ وَالْمَأْمُوْمِ أَنْ يَذْكُرَا اللهَ بَعْدَ الْاِنْصِرَافْ مِنَ الصَّلَاةِ وَيُخْفِيَانِ الذِّكْرَ إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ إِمَامًا يَجِبُ أَنْ يُتَعَلَّمَ مِنْهُ، فَيَجْهَرُ حَتَّى يَرَى أَنَّهُ قَدْ تُعَلِّمَ مِنْهُ ثُمَّ يُسِرُّ، فَإِنَّ اللهَ يَقُوْلُ: وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتَكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَآ، يَعْنِي – و اللهُ تَعَالَى أَعْلَمُ – الدُّعَاءُ، وَلَا تَجْهَرْ: تَرْفَعْ، وَلَا تُخَافِتْ: حَتَّى لَا تَسْمَعَ نَفْسُكَ.
Maksudnya: “Dan aku (Imam asy-Syafi’e) lebih memilih bagi para imam dan makmum untuk berzikir setelah solat (yang lima waktu) dengan cara menyembunyikannya (yakni tidak mengeraskan suara), kecuali bila imam harus mengajarkannya kepada makmum, maka ia (boleh) untuk mengeraskan bacaan tersebut sehingga boleh mengikuti, tetapi kemudian dia (imam) kembalikan menyembunyikan (lagi seperti semula), kerana sesungguhnya Allah telah berfirman: (maksudnya) “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam solatmu dan janganlah pula merendahkannya....”, maksudnya adalah (ketika) berdoa – wallahu Ta’ala a’lam -, “Dan janganlah kamu mengeraskan...” (Maksudnya adalah: janganlah) kamu mengangkat (suaramu ketika berdoa), “... dan janganlah pula merendahkannya....” terlalu rendah sehingga tidak didengar oleh dirimu sendiri.”
Imam al-Nawawi asy-Syafi’e rahimahullah di dalam kitabnya at-Tahqiq, ms. 14 menulis:
يُنْدَبُ الذِّكْرُ وَالدُّعَاءُ عَقِيْبَ كُلِّ صَلَاةٍ، وَيُسَرُّ بِهِ، فَإِذَا كَانَ إِمَامًا يُرِيْدُ أَنْ يُعَلَّمَهُمْ جَهَرَ، فَإِذَا تَعَلَّمُوْا أَسَرَّ.
Maksudnya: “Dan telah disunnahkan untuk berzikir dan berdoa setiap selesai salam; dengan cara menyembunyikan (tidak mengeraskan) bacaan (zikir dan doanya itu), terkecuali apabila seorang imam hendak mengajarkan bacaan-bacaan zikir tersebut. Maka dia boleh untuk mengeraskan bacaannya tersebut. Namun apabila dia melihat bahawa makmum telah belajar daripadanya bacaan-bacaan tersebut, maka hendaklah dia menyebunyikannya kembali.”
Syaikh Zainuddin bin Abdil ‘Aziz al-Malibari asy-Syafi’e rahimahullah di dalam kitabnya, Fath al-Mu’in jilid 3, ms. 185-186 menyatakan:
قال شيخنا: أما الْمُبَالَغَةُ فِيْ الْجَهْرِ بِهِمَا فِيْ الْمَسْجِدِ، بِحَيْثُ يَحْصُلُ تَشْوِيْشٌ عِلَى مُصَلٍّ فَيَنْبَغِيْ حُرْمَتُهَا.
Maksud: “Syaikh kami (Ibnu Hajar al-Haitsami) mengatakan: Adapun (berzikir atau berdoa) dengan suara yang sangat keras di dalam masjid sehingga mengganggu orang yang sedang solat, maka sudah seharusnya hal seperti ini diharamkan.”
Ringkasnya:
1- Zikir hendaklah dilakukan sendiri-sendiri dengan suara perlahan.
2- Pengecualian jika imam hendak mengajarkan zikir kepada makmum, maka ia diperbolehkan dan ia dilakukan secara sementara, tidak selalu.
3- Haram melantunkan suara zikir apabila mengganggu orang yang masih beribadah.
Cuba bandingkan dengan tradisi umat Islam di negara ini yang mengaku mengikuti mazhab Syafie.
------------------------------------------------------
Imam Nawawi Rahimahullah berkata :
"Telah terjadi kesepakatan antara Imam Syafi'i dan para ulama pengikut madzab Syafi'i - rahimahullahu Ta'ala - tentang Sunnahnya berdzikir setelah selesai dari salam, dan hal itu berlaku bagi imam maupun makmum (shalat berjama'ah), dan bagi seorang yang shalat sendirian, baik dia adalah seorang laki-laki maupun wanita, ataupun dia seorang yang sedang safar ataupun tidak...(kemudian Imam Nawawi membawakan pernyataan Imam Syafi'i sebelum ini).
Dan demikianlah juga apa yang telah dinyatakan oleh para ulama dari kalangan madzhab Syafi'i : Bahwa dzikir dan do'a yang dilakukan setelah shalat itu disunnahkan untuk disembunyikan, kecuali bila seorang imam yang hendak mengajarkan kepada orang-orang, maka dia boleh untuk mengeraskan lafazh-lafazh dzikir tersebut, agar mereka dapat belajar, dan bila mereka telah belajar darinya, maka hendaklah ia tidak mengeraskannya lagi...adapun yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang dengan menugaskan imam untuk khusus (berdzikir dan) berdo'a (bagi sekalian jama'ahnya) pada shalat Shubuh dan Ashar, maka hal itu tidak ada dasarnya (dalam agama)...Bahkan yang disunnahkan bagi imam adalah menghadap kepada jama'ahnya (setelah selesai shalat). Wallahu a'lam.
Lihat : Kitab al Majmu' Syarah Muhadzdzab (III: 484-4888)
"Telah terjadi kesepakatan antara Imam Syafi'i dan para ulama pengikut madzab Syafi'i - rahimahullahu Ta'ala - tentang Sunnahnya berdzikir setelah selesai dari salam, dan hal itu berlaku bagi imam maupun makmum (shalat berjama'ah), dan bagi seorang yang shalat sendirian, baik dia adalah seorang laki-laki maupun wanita, ataupun dia seorang yang sedang safar ataupun tidak...(kemudian Imam Nawawi membawakan pernyataan Imam Syafi'i sebelum ini).
Dan demikianlah juga apa yang telah dinyatakan oleh para ulama dari kalangan madzhab Syafi'i : Bahwa dzikir dan do'a yang dilakukan setelah shalat itu disunnahkan untuk disembunyikan, kecuali bila seorang imam yang hendak mengajarkan kepada orang-orang, maka dia boleh untuk mengeraskan lafazh-lafazh dzikir tersebut, agar mereka dapat belajar, dan bila mereka telah belajar darinya, maka hendaklah ia tidak mengeraskannya lagi...adapun yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang dengan menugaskan imam untuk khusus (berdzikir dan) berdo'a (bagi sekalian jama'ahnya) pada shalat Shubuh dan Ashar, maka hal itu tidak ada dasarnya (dalam agama)...Bahkan yang disunnahkan bagi imam adalah menghadap kepada jama'ahnya (setelah selesai shalat). Wallahu a'lam.
Lihat : Kitab al Majmu' Syarah Muhadzdzab (III: 484-4888)
No comments:
Post a Comment