Sunday, February 20, 2011

Di Manakah Kebahagiaan?

"Ibnu Abbas ra berkata, “Allah menjamin bagi siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang ada di dalamnya bahawa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.”


"Jiwa yang kerdil dan rendah akan merasa puas dengan perkara-perkara yang hina, sementara jiwa yang besar dan mulia tentu hanya akan puas dengan perkara-perkara yang mulia (lihat al-Fawa’id, hal. 170) ".




Indahnya persahabatan, saling menguatkan iman. Benarlah sabda Nabi SAW, berkawan dengan orang yang baik bagai bersama penjual minyak wangi, dari jauh sudah bau keharumannya' .

Kami berpeluang bertazkirah ringkas pergi dan balik ke majlis walimatul urus seorang ibu tunggal mengahwinkan anak bungsunya. Perbincangan kami di sekitar mencari ketenangan dan kebahagiaan meniti usia senja.

Ketenangan jiwa itulah syurga dunia menurut pandangan ulamak. "Hanya sanya dengan mengingati Allah jiwa akan menjadi tenang". Dalam apa keadaan sekalipun perlu 'maintain' agar jiwa sentiasa tenang. Masing-masing mendapat dugaan yang berbeza namun perbezaan tersebut tidak menjadi halangan sama-sama kita mencari kebahagiaan yang sebenarnya di sisi Allah SWT.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ada tiga pokok yang menjadi asas kebahagiaan seorang hamba, dan masing-masingnya memiliki lawan. Barangsiapa yang kehilangan pokok tersebut maka dia akan terjerumus ke dalam lawannya.

[1] Tauhid, lawannya syirik.
[2] Sunnah, lawannya bid’ah. Dan
[3] ketaatan, lawannya adalah maksiat.

Sedangkan ketiga hal ini memiliki satu musuh yang sama yaitu kekosongan hati dari rasa harap di jalan [ketaatan kepada] Allah dan keinginan untuk mencapai balasan (baik )yang ada di sisi-Nya serta ketiadaan rasa takut terhadap-Nya dan hukuman yang dijanjikan di sisi-Nya.” (al-Fawa’id, hal. 104)
Tauhid Menghantarkan Menuju Bahagia

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri iman mereka dengan kezaliman/syirik, mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (QS. al-An’aam: 82).

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka atas orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlas mengharapkan wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Abdullah Ibnu Mubarak ra berkata, “Betapa banyak amalan kecil menjadi besar kerana niat (yang ikhlas), dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil kerana niat (yang tidak ikhlas).”

Syirik Menghantarkan Menuju Sengsara

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tiada seorang penolongpun bagi orang-orang yang zalim itu.” (QS. al-Maa’idah: 72).

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia pasti masuk neraka.” (HR. Muslim).


Sunnah Menghantarkan Kita Menuju Bahagia

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Katakanlah (Muhammad); Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali Imran: 31).

Rasulullah SAW bersabda, Islam itu datang dalam keadaan asing (dagang) dan akan kembali menjadi asing (dagang) sebagaimana datangnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim).

Imam Malik rahimahullah berkata, “Sunnah adalah [laksana] bahtera Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal akan tenggelam.”


Bid’ah Menghantarkan Menuju Sengsara

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia justeru mengikuti selain jalan orang-orang beriman, niscaya akan Kami biarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami pun akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115).

Rasulullah SAW bersabda, “Seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan dalam agama-, [dan setiap yang diada-adakan itu adalah bid'ah] dan setiap bid’ah pasti sesat [dan setiap kesesatan di neraka].” (HR. Muslim, tambahan dalam kurung dalam riwayat Nasa’i)


Ketaatan Menghantarkan Menuju Bahagia

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya sungguh dia akan mendapatkan keberuntungan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 71).

Rasulullah SAW bersabda, “Semua umatku pasti masuk syurga, kecuali yang enggan.” Para sahabat pun bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Barangsiapa mentaatiku masuk syurga dan barangsiapa yang mendurhakaiku maka dialah orang yang enggan itu.” (HR. Bukhari).

Ibnu Abbas ra berkata, “Allah menjamin bagi siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang ada di dalamnya bahawa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.”


Kemaksiatan Menghantarkan Menuju Sengsara

Allah swt berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36).

Rasulullah SAW bersabda, “Syurga diliputi dengan perkara-perkara yang tidak disenangi nafsu (ketaatan) sedangkan neraka diliputi dengan perkara-perkara yang disenangi nafsu (kemaksiatan).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hilangnya Harapan dan Rasa Takut

Sementara ketiga hal di atas: (1) Tauhid, (2) sunnah, dan (3) ketaatan- memiliki satu musuh yang sama iaitu ketiadaan rasa harap dan rasa takut. Iaitu ketika seorang hamba tidak lagi menaruh harapan atas apa yang Allah janjikan dan tidak menyimpan rasa takut terhadap ancaman yang Allah berikan. Akibat ketiadaan harap dan takut ini maka timbul berbagai kesan yang amat membahayakan.

Di antara kesan atau simptomnya adalah;

[1] terlena dengan curahan nikmat sehingga lalai dari mensyukurinya,
[2] sibuk mengumpulkan ilmu namun lalai dari mengamalkannya,
[3] cepat terseret dalam dosa namun lambat dalam bertaubat,
[4] terlena dengan persahabatan dengan orang-orang soleh namun lalai dari meneladani mereka,
[5] dunia pergi meninggalkan mereka namun mereka justeru sentiasa mengejarnya,
[6] akhirat datang menghampiri mereka namun mereka justeru tidak bersiap-siap untuk menyambutnya.

Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan bahawa ketiadaan rasa harap dan takut ini bersumber dari lemahnya keyakinan. Lemahnya keyakinan itu timbul akibat lemahnya bashirah/pemahaman. Dan lemahnya bashirah itu sendiri timbul kerana jiwa yang kerdil dan rendah (lihat al-Fawa’id, hal. 170).

Jiwa yang kerdil dan rendah akan merasa puas dengan perkara-perkara yang hina, sementara jiwa yang besar dan mulia tentu hanya akan puas dengan perkara-perkara yang mulia (lihat al-Fawa’id, hal. 170).

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Sungguh berbahagia orang yang menyucikan jiwanya dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. asy-Syams: 9-10).
Iaitu orang yang menyucikan jiwanya dari dosa-dosa dan membersihkannya dari aib-aib, lalu dia meninggikannnya dengan ketaatan kepada Allah serta memuliakannya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal soleh.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 926).

Syaikh Ibnu Utsaimin ra berkata, “Yang dimaksud penyucian di sini ialah dia menyucikan dirinya dengan cara membebaskannya dari syirik dan noda-noda maksiat, sehingga jiwanya menjadi suci dan bersih.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 165)

Dari sinilah, kita menyedari betapa besar peranan ilmu yang diamalkan. Oleh sebab itu, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk sentiasa berdoa selesai solat Subuh dengan doa yang sangat indah, Allahumma inni as’aluka ‘ilman nafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan. Yang artinya; “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah niscaya akan difahamkan dalam urusan agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sedangkan ilmu dan kefahaman seorang hamba tentang agamanya diukur dengan rasa takutnya kepada Allah. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28).

Ibnu Mas’ud RA berkata, “Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai bukti ilmu seseorang-.”

Wallahu A’lam bish-Showab
sumber :http://ibumusthofa.blogspot.com/2011/02/di-manakah-kebahagiaan.html

No comments:

Post a Comment