IMAN adalah kedua-dua : cahaya dan kekuatan ; dengannya
manusia meningkat setinggi-tingginya sehingga mencapai nilai yang melayakkannya ke Syurga.
Dengan kegelapan KUFUR, ia jatuh serendah-rendah darjat yang membawanya ke Neraka..
Wednesday, April 25, 2012
Tidak Ada Kata Terlambat untuk Belajar
Ada yang merasa bahwa ia sudah
terlalu tua, malu jika harus duduk di majelis ilmu untuk mendengar para ulama
menyampaikan ilmu yang berharga dan akhirnya enggan untuk belajar. Padahal
ulama di masa silam, bahkan sejak masa sahabat tidak pernah malu untuk belajar,
mereka tidak pernah putus asa untuk belajar meskipun sudah berada di usia
senja. Ada yang sudah berusia 26 tahun baru mengenal Islam, bahkan ada yang
sudah berusia senja -80 atau 90 tahun- baru mulai belajar. Namun mereka-mereka
inilah yang menjadi ulama besar karena disertai ‘uluwwul himmah
(semangat yang tinggi dalam belajar).
Menuntut ilmu agama adalah amalan yang amat mulia. Lihatlah keutamaan
yang disebutkan oleh sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,
“Tuntutlah ilmu (belajarlah Islam) karena mempelajarinya adalah suatu
kebaikan untukmu. Mencari ilmu adalah suatu ibadah. Saling mengingatkan
akan ilmu adalah tasbih. Membahas suatu ilmu adalah jihad. Mengajarkan
ilmu pada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Mencurahkan
tenaga untuk belajar dari ahlinya adalah suatu qurbah (mendekatkan diri
pada Allah).”
Imam yang telah sangat masyhur di tengah kita,
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Tidak ada setelah berbagai hal
yang wajib yang lebih utama dari menuntut ilmu.”
Namun ada yang
merasa bahwa ia sudah terlalu tua, malu jika harus duduk di majelis
ilmu untuk mendengar para ulama menyampaikan ilmu yang berharga dan
akhirnya enggan untuk belajar. Padahal ulama di masa silam, bahkan sejak
masa sahabat tidak pernah malu untuk belajar, mereka tidak pernah putus
asa untuk belajar meskipun sudah berada di usia senja. Ada yang sudah
berusia 26 tahun baru mengenal Islam, bahkan ada yang sudah berusia
senja -80 atau 90 tahun- baru mulai belajar. Namun mereka-mereka inilah
yang menjadi ulama besar karena disertai ‘uluwwul himmah (semangat yang
kuat dalam belajar).
Berikut 10 contoh teladan dari ulama salaf di mana ketika berusia senja, mereka masih semangat dalam mempelajari Islam.
Teladan 1 – Dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum
Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab shahihnya, “Para sahabat belajar
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baru ketika usia senja”.
Teladan 2 – Perkataan Ibnul Mubarok
Dari Na’im bin Hammad, ia berkata bahwa ada yang bertanya pada Ibnul
Mubarok, “Sampai kapan engkau menuntut ilmu?” “Sampai mati insya Allah”,
jawab Ibnul Mubarok.
Teladan 3 – Perkataan Abu ‘Amr ibnu Al ‘Alaa’
Dari Ibnu Mu’adz, ia berkata bahwa ia bertanya pada Abu ‘Amr ibnu Al
‘Alaa’, “Sampai kapan waktu terbaik untuk belajar bagi seorang muslim?”
“Selama hayat masih dikandung badan”, jawab beliau.
Teladan 4 – Teladan dari Imam Ibnu ‘Aqil
Imam Ibnu ‘Aqil berkata, “Aku tidak pernah menyia-nyiakan waktuku dalam
umurku walau sampai hilang lisanku untuk berbicara atau hilang
penglihatanku untuk banyak menelaah. Pikiranku masih saja terus bekerja
ketika aku beristirahat. Aku tidaklah bangkit dari tempat dudukku
kecuali jika ada yang membahayakanku. Sungguh aku baru mendapati diriku
begitu semangat dalam belajar ketika aku berusia 80 tahun. Semangatku
ketika itu lebih dahsyat daripada ketika aku berusia 30 tahun”.
Teladan 5 – Teladan dari Hasan bin Ziyad
Az Zarnujiy berkata, “Hasan bin Ziyad pernah masuk di suatu majelis
ilmu untuk belajar ketika usianya 80 tahun. Dan selama 40 tahun ia tidak
pernah tidur di kasur”.
Teladan 6 – Teladan dari Ibnul Jauzi Kata Adz Dzahabiy, “Ibnul Jauzi pernah membaca Wasith di hadapan Ibnul Baqilaniy dan kala itu ia berusia 80 tahun.”
Teladan 7 – Teladan dari Imam Al Qofal Al Imam Al Qofal menuntut ilmu ketika ia berusia 40 tahun.
Teladan 8 – Teladan dari Ibnu Hazm
Ketika usia 26 tahun, Ibnu Hazm belum mengetahui bagaimana cara shalat
wajib yang benar. Asal dia mulai menimba ilmu diin (agama) adalah ketika
ia menghadiri jenazah seorang terpandang dari saudara ayahnya. Ketika
itu ia masuk masjid sebelum shalat ‘Ashar, lantas ia langsung duduk
tidak mengerjakan shalat sunnah tahiyatul masjid. Lalu ada gurunya yang
berkata sambil berisyarat, “Ayo berdiri, shalatlah tahiyatul masjid”.
Namun Ibnu Hazm tidak paham. Ia lantas diberitahu oleh orang-orang yang
bersamanya, “Kamu tidak tahu kalau shalat tahiyatul masjid itu
wajib?”(*) Ketika itu Ibnu Hazm berusia 26 tahun. Ia lantas merenung dan
baru memahami apa yang dimaksud oleh gurunya. Kemudian Ibnu Hazm
melakukan shalat jenazah di masjid. Lalu ia berjumpa dengan kerabat si
mayit. Setelah itu ia kembali memasuki masjid. Ia segera melaksanakan
shalat tahiyatul masjid. Kemudian ada yang berkata pada Ibnu Hazm, “Ayo
duduk, ini bukan waktu untuk shalat”(**). Setelah dinasehati seperti
itu, Ibnu Hazm akhirnya mau belajar agama lebih dalam. Ia lantas
menanyakan di mana guru tempat ia bisa menimba ilmu. Ia mulai belajar
pada Abu ‘Abdillah bin Dahun. Kitab yang ia pelajari adalah mulai dari
kitab Al Muwatho’ karya Imam Malik bin Anas.
* Perlu diketahui
bahwa hukum shalat tahiyatul masjid menurut jumhur –mayoritas ulama-
adalah sunnah. Sedangkan menurut ulama Zhohiriyah, hukumnya wajib.
** Menurut sebagian ulama tidak boleh melakukan shalat tahiyatul masjid
di waktu terlarang untuk shalat seperti selepas shalat Ashar. Namun yang
tepat, masih boleh shalat tahiyatul masjid meskipun di waktu terlarang
shalat karena shalat tersebut adalah shalat yang ada sebab.
Teladan 9 – Teladan dari Syaikh ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam
Beliau adalah ulama yang sudah sangat tersohor dan memiliki lautan
ilmu. Pada awalnya, Imam Al ‘Izz sangat miskin ilmu dan beliau baru
sibuk belajar ketika sudah berada di usia senja.
Teladan 10 – Teladan dari Syaikh Yusuf bin Rozaqullah
Beliau diberi umur yang panjang hingga berada pada usia 90 tahun. Ia
sudah sulit mendengar kala itu, namun panca indera yang lain masih baik.
Beliau masih semangat belajar di usia senja seperti itu dan semangatnya
seperti pemuda 30 tahun.
Jika kita telah mengetahui 10 teladan
di atas dan masih banyak bukti-bukti lainnya, maka seharusnya kita
lebih semangat lagi untuk belajar Islam. Dan belajar itu tidak pandang
usia. Mau tua atau pun muda sama-sama punya kewajiban untuk belajar.
Inilah yang penulis sendiri saksikan di tengah-tengah belajar di Saudi
Arabia, banyak yang sudah ubanan namun masih mau duduk dengan
ulama-ulama besar seperti Syaikh Sholeh Al Fauzan, bahkan mereka-mereka
ini yang duduk di shaf terdepan.
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, مَنْ لَا يُحِبُّ الْعِلْمَ لَا خَيْرَ فِيهِ “Siapa yang tidak mencintai ilmu (agama), tidak ada kebaikan untuknya.”
Wabillahit taufiq.
Referensi: ‘Uluwul Himmah, Muhammad bin Ahmad bin Isma’il Al Muqoddam, terbitan Dar Ibnul Jauzi, hal. 202-206.
Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfaazhil Minhaaj, Syamsuddin
Muhammad bin Al Khotib Asy Syarbini, terbitan Darul Ma’rifah, cetakan
pertama, 1418 H, 1: 31.
No comments:
Post a Comment