Bagaimanakah sikap seorang muslim bila berhadapan dengan nama-nama Allah dan sifa-sifatNya ..?
Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah mengabarkan kepada kita bahwasanya Dia mempunyai ilmu yang sempurna, mengetahui apa yang yang ada pada diri-Nya dan apa yang ada pada selain-Nya, sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala yang artinya:
“Katakanlah, apakah kamu lebih mengetahui ataukah Alloh?” (al-Baqarah: 140).
Berita yang datang dari Allah subhanahu wata’ala merupakan sebenar-benar berita, yang wajib bagi seorang muslim untuk membenarkannya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, yang artinya:
“Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Alloh.” (an-Nisa’: 87).
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan al-Qur’an ini kepada manusia yang paling mulia Muhammad shallallahualaihi wasallam melalui malaikat yang paling mulia Jibril ‘alaihissalam.
Oleh karena itulah hendaknya sikap seorang muslim ketika mendengar apa yang datang dari Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya yang mulia Muhammad shallallahualaihi wasallam, bersikap tunduk dan pasrah, menerima dengan lapang dada, dan yang demikian itu merupakan sikap orang-orang yang beriman, yaitu apabila datang kepada mereka perintah dari Alloh dan Rasul-Nya mereka mengatakan “kami mendengar dan kami taat”. Maka demikian juga ketika mendengar ayat dan hadits yang berbicara tentan nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala sikap kita adalah tunduk dan menerimanya.
Sikap Manusia Ketika Mendengar Ayat dan Hadits Tentang Asma’ dan Sifat Alloh Subhanahu wa Ta’ala
Ada dua golongan manusia ketika mendengar ayat dan hadits asma’ dan sifat, dari kedua golongan tersebut ada golongan yang selamat dan ada golongan yang menyimpang dari kebenaran, dua golongan tersebut adalah:
1. Golongan orang-orang yang mendalam ilmunya.
Sikap mereka ketika mendengar apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, tentang asma’ dan sifat adalah dengan menerimanya dan tunduk kepadanya. Karena mereka yakin apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya merupakan kebenaran, baik hal tersebut sudah bisa diterima akal maupun belum. Mereka berkata:
“Semua itu datangnya dari Rabb kami”.
Mereka mengembalikan setiap ayat mutasyaabih (samar bagi sebagian orang) kepada ayat-ayat yang muhkam (jelas).
Sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala yang artinya:
"Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ‘Kami beriman kepada nya (ayat-ayat yang mutasyaabihat), semuanya itu dari sisi Rabb kami.’” (ali-Imran: 7)
Karena secara akal, mustahil bagi Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan suatu kitab atau Rasulullah shallallahualaihi wasallam menyampaikan satu perkataan yang ditujukan untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia, lalu tidak menjelaskan permasalahan yang sangat penting dalam kitab tersebut, sedang kita mengetahui bahwasanya permasalahan yang dianggap kecil oleh manusia yaitu bagaimana adab ketika buang air saja ada penjelasannya apalagi tentang asma’ dan sifat Alloh subhanahu wa ta’ala yang merupakan ilmu yang paling mulia dan paling diperlukan oleh seorang hamba ; hal ini tentunya bertentangan dengan sifat hikmah Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“(Inilah) kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Alloh) Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.” (Hud: 1)
2. Golongan Ahlu Zaigh.
Yaitu orang-orang yang lebih condong kepada kesesatan. Mereka sukanya mencari -cari ayat-ayat yang mutasyaabih dengan tujuan untuk membuat fitnah di tengah manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya:
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat yang mutasyaabih untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Alloh.” (ali-Imran: 7)
Cara mereka ini bertentangan dengan sikap Salafush Sholih, menyelisihi kehendak Allah dan Rasul-Nya, mengambil sebagian ayat dan meninggalkan sebagian ayat yang lain. Dasar dari semua itu adalah karena mereka lebih menuruti hawa nafsunya daripada kehendak Allah dan Rasul-Nya. Hanya kepada Allah kita memohon agar kita tidak termasuk orang-orang yang condong kepada kesesatan.
Rujukan:
- Ta’liq Mukhtashor Kitab Lum’atul I’tiqod al Haadi ilaa Sabilili Rosyaad.
- Taqriibudmuriyyah, al Qowaa’idul Mutsla, Karya Syaikh Muhammad bin Sholih ‘al Utsaimin.
http://muslim.or.id/aqidah/sikap-seorang-muslim-terhadap-ayat-dan-hadist-tentang-asma-dan-sifat-allah.html
No comments:
Post a Comment