IKUTILAH APA SAHAJA YANG BERASAL DARI RASULULLAH
Saudaraku kaum muslimin, ketahuilah!
Salah satu sifat utama seorang muslim sejati itu adalah ittiba’
(mengikuti) apa saja yang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, baik dalam perkara ibadah, akhlaknya, aqidahnya, muamalahnya
dan dalam perkara apa saja.Hal ini dilakukan sebagai bentuk realisasi
firman Allah Ta’ala:
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Dan apa saja yang datang dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kalian, maka ambillah
(laksanakanlah), dan apa saja yang kalian di larang untuk
mengerjakannya, maka berhentilah (tinggalkanlah)! ” (Al-Hasyr: 7)
Makna ayat tersebut di atas dijelaskan
oleh Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya sebagai berikut:
“Yakni, apa pun yang kalian diperintahkan untuk melakukannya, maka
lakukanlah (kerjakanlah)! Dan apapun yang kalian dilarang untuk
mengerjakannya, maka jauhilah! Kerana sesungguhnya baginda shallallahu
‘alaihi wa sallam hanya memerintahkan dengan kebaikan, dan hanya
melarang kalian dari kejahatan@fasad.”Demikianlah! Sejalan dengan
firman Allah subhanahu wa ta’ala tersebut di atas, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri juga menegaskan:
“Apabila aku memerintahkan kalian
dengan suatu perkara, maka kerjakanlah semampu kalian! Dan apa saja
yang aku larang kalian dari mengerjakannya, maka jauhilah
(tinggalkanlah)!” (Muttafaqun ‘alaih)
Sebagai contoh penerapan ayat Al-Qur’an
dan hadits tersebut di atas, diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan
Imam Muslim rahimahumallah bahwa Ibnu Mas’ud pernah berkata (ketika
mengajarkan ilmu agama ini kepada para sahabat dan tabi’in yang hidup
di jaman itu, pent.):
“Allah melaknat para wanita yang
membuat tahi lalat palsu (Al-Waasyimaat), dan wanita yang meminta untuk
dibuatkan tahi lalat palsu (Al-Mustausyimaat), (dan juga melaknat)
wanita yang mencukur (mengerik) bulu alisnya (Al-Mutanammishat), dan
wanita yang meratakan gigi untuk keindahan (kecantikan), yang merubah
ciptaan Allah .”
Kemudian sampailah berita itu kepada
seorang wanita dari Bani Asad di rumahnya, yang bernama Ummu Ya’qub.
Lalu dia datang menemui Ibnu Mas’ud dan berkata: “Telah sampai berita
kepadaku, bahwa anda telah mengatakan begini dan begitu (yakni seperti
yang di ucapkan oleh Ibnu Mas’ud tersebut di atas, pent.)” Maka Ibnu
Mas’ud menjawab: “Bagaimana aku tidak melaknat orang yang telah
dilaknat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan telah di
laknat pula dalam kitabullah Ta’ala (Al-Qur’an)?” Lalu wanita itu pun
berkata lagi: “Sesungguhnya aku benar-benar telah membaca (Al-Qur’an)
semuanya, tetapi aku tidak mendapatinya (yakni tidak mendapati larangan
seperti itu dalam Al-Qur’an, pent.)!” Ibnu Mas’ud menjawab:
“Sesungguhnya jika Anda benar-benar membacanya, pasti akan
mendapatinya. Bukankah anda telah firman Allah :
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Dan apa saja yang datang dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kalian, maka ambillah
(laksanakanlah), dan apa saja yang kalian di larang untuk
mengerjakannya, maka berhentilah (tinggalkanlah)!” (Al-Hasyr: 7)
Wanita itu menjawab: “Benar!” Lalu Ibnu
Mas’ud menjelaskan lagi: “Maka sesungguhnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah melarang darinya (yakni perbuatan-perbuatan
yang tersebut dalam ucapan Ibnu Mas’ud terdahulu, pent.)!”Lalu wanita
itu masih mengatakan: “Tetapi aku telah melihat keluargamu (isterimu)
telah melakukan perbuatan tersebut.” Ibnu Mas’ud mengatakan: “Pergilah
kamu (menemui keluargaku) dan lihatlah!” Kemudian wanita itu pun pergi
kesana tetapi tidak melihat orang yang dicarinya (melakukan perbuatan
yang dituduhkannya, pent.), kemudian dia datang lagi menemui Ibnu
Mas’ud dan mengatakan: “Aku tidak melihat apa-apa!” Ibnu Mas’ud
menjawab: “Kalau begitu kita sepakat!” (lihat kisah tersebut dalam
Shahih Al-Bukhari juz 4 hal. 336, bagian Kitabut Tafsir, yakni Tafsir
Surat Al-Hasyr, juga dalam Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhari juz 7
hal. 631).
Kesimpulan yang boleh di ambil dari
riwayat tersebut di atas menjelaskan pada kita bahwa pada hukum apapun
yang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik yang
terdapat dalam Al-Qur’an maupun yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an,
secara umum wajib dijadikan hujjah (argumentasi/dalil) dan sandaran
amal ibadah. Baik itu berupa perintah maupun larangan, baik itu perkara
Fardhu (wajib) maupun mustahab (sunnah), dan seterusnya! (Lihat
Buletin As-Sunnah ini pada edisi No. 02, pada judul utama: Hubungan
antara As-Sunnah dengan Al-Qur’an”)
Kemudian, berkaitan dengan firman Allah
yang mulia ini pula, ada kisah menarik yang pernah disampaikan oleh
Asy-Syaikh Muhamad bin Jamil Zainu (guru di Madrasah Daarul Hadits
Al-Khairiyyah di kota Mekkah Al-Mukarramah).Beliau mengatakan: “Ayat
ini (Al-Hasyr ayat 7) diterapkan untuk semua perkara yang diperintahkan
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik dalam perkara
kejujuran, amanah, menepati janji, membiarkan jenggot panjang dan
lain-lainnya dari perintah-perintah baginda shallallahu ‘alaihi wa
sallam.Sungguh, sejak berapa tahun lamanya saya menasihati para jama’ah
haji agar membiarkan janggut-janggut mereka memanjang dan menyuruh
mencukur misai-misai mereka sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian berdirilah salah seorang
hadirin, dan dia meminta dalil dari Al-Qur’anul Karim yang menunjukkan
wajibnya perkara tersebut. Lalu saya membacakan untuknya firman Allah
Ta’ala:
“Dan apa saja yang datang dari
Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kalian, maka ambillah
(laksanakanlah), dan apa saja yang kalian di larang untuk
mengerjakannya, maka hentikanlah (tinggalkanlah)!(Al-Hasyr: 7)
(Kemudian saya katakan padanya): Dan
sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita
untuk membiarkan panjang janggut-janggut kita!” Lalu orang tersebut
berkata: “Menurutku, sungguh Anda benar!” Maka setelah hari itu dia
membiarkan jenggotnya panjang.” (Lihat kitab “Kaifa Nafhamul Qur’an”
atau kitab Majmu’ah Rosaail At-Taujiihaati Al-Islamiyyah li Ashlaahil
Faradi wal Mujtama’ juz 2 hal. 88, karya Syaikh Muhamad bin Jamil Zainu
hafizhahullah)
Wallahu a’lamu bish shawwab.
Sumber : BULETIN DAKWAH ISLAM AS-SUNNAH
No comments:
Post a Comment