Friday, May 10, 2013

Pembatal -pembatal Keimanan



Bismillahirrahmanirrahiim
PEMBATAL PEMBATAL KEIMANAN

Di negeri kita, banyak sekali terdapat acara ritual persembahan baik berupa makanan atau hewan sembelihan untuk sesuatu yang dianggap keramat.

Seperti di daerah pesisir selatan pulau Jawa, banyak masyarakat memiliki tradisi memberikan persembahan kepada “penguasa” laut selatan.

Begitupun di tempat lain, yang intinya adalah agar yang “mbau rekso” berkenan memberikan kebaikan bagi masyarakat setempat.

Dilihat dari kacamata agama, acara ini sebenarnya sangat berbahaya, karena bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.

Iman menurut Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah memiliki cabang yang banyak.

Di antara cabang-cabang iman tersebut ada yang merupakan rukun, ada yang wajib dan ada pula yang mustahab.

Nabi bersabda:
اْلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً -أَوْ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً- أَفْضَلُهَا قَوْلَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ اْلإِيْمَانِ

“Iman mempunyai 63 atau 73 cabang, paling utamanya adalah kalimat tauhid La ilaha illallah dan paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan.”

(HR. Muslim, An-Nasa`i, dan lainnya dari sahabat Abu Hurairah )



Dalam hadits yang mulia ini Nabi mengumpulkan tiga perkara yang terkait dengan keimanan.

PERTAMA adalah
ucapan, yakni kalimat tauhid La ilaha illallah dan inilah hal yang rukun.

KEDUA adalah
amalan, yakni menyingkirkan gangguan dari jalan dan inilah hal yang mustahab.

Sedangkan yang

KETIGA adalah
amalan hati, yakni malu dan ini termasuk hal yang wajib.

Lawan dari iman adalah kufur.

Sebagaimana keimanan mempunyai banyak cabang, maka kekufuran pun memiliki cabang yang banyak.

Namun tidak setiap yang mengerjakan salah satu dari cabang-cabang keimanan menyebabkan pelakunya dikatakan mukmin,

seperti halnya tidak setiap yang melakukan salah satu dari cabang kekufuran lantas pelakunya dikatakan kafir.


Untuk lebih memperjelas hal di atas, salah satu contohnya adalah orang yang menyambung tali silaturrahmi (perbuatan ini merupakan cabang keimanan).

Ia belumlah dapat dikatakan mukmin karena amalan tersebut, sampai ia mengerjakan rukun-rukun iman.

Demikian halnya dengan yang meratapi mayit di mana perbuatan ini adalah salah satu dari cabang kekafiran.

Tidaklah setiap orang yang melakukan hal tersebut menjadi kafir keluar dari Islam.

Sahabatku, iman itu bukanlah sesuatu yang sempit penggunaannya.

Artinya, tidaklah seseorang itu dikatakan mukmin manakala terkumpul padanya sifat atau ciri-ciri keimanan,

lalu tidak dikatakan mukmin manakala tidak terdapat padanya sifat keimanan secara lengkap.

Pola pikir semacam ini adalah pemikiran dua kelompok sempalan Islam yaitu Khawarij dan Mu’tazilah.

Adapun Ahlus Sunnah, mereka menyatakan seseorang bisa saja dalam dirinya ada sifat-sifat keimanan, kemudian kemunafikan atau kekufuran.

Dan ini bukanlah hal yang mustahil. (Uraian di atas diambil dari kaset ceramah Asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh berjudul Nawaqidhul Iman)

Oleh karena itu, seseorang dinyatakan beriman atau menyandang nama iman adalah dengan kalimat yang agung yaitu kalimat tauhid La ilaha illallah.

Kalimat ini sebagai akad keimanan.

Akad keimanan ini tidak akan lepas dari diri seseorang kecuali dengan perkara yang betul-betul kuat dan jelas-jelas dapat menggugurkannya, bukan lantaran perkara-perkara yang masih meragukan atau bahkan mengandung kemungkinan-kemungkinan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t mengatakan: “Sesungguhnya vonis kafir atau kekafiran itu tidak terjadi dengan sebab persoalan yang masih mengandung kemungkinan.”

(As-Sharimul Maslul hal. 963, melalui nukilan dari Wajadilhum billati hiya Ahsan hal. 91)



Keimanan adalah ikatan, sedangkan pembatal adalah hal yang melepaskan atau memutuskan ikatan tersebut.

Jadi yang dimaksud pembatal-pembatal keimanan adalah perkara atau perbuatan-perbuatan yang menjadikan pelakunya kafir keluar dari Islam.

Iman seperti yang telah lewat penyebutannya adalah ucapan, amalan, dan keyakinan.

Dengan demikian, pembatal keimanan pun tidak lepas dari tiga perkara ini, yakni qauliyyah (ucapan), ‘amaliyyah (perbuatan), dan i’tiqadiyyah (keyakinan).

BERSAMBUNG...
 

No comments:

Post a Comment