Tanya Jawab: Hukum Menjual Kotoran Ternak
Berikut ini penjelasan ustadz Muhammad Arifin Badri tentang
hukum Jual Beli Kotoran Ternak dari sebuah pertanyaan di majlis
pengusaha muslim. Mudah-mudahan penjelasan ustadz berikut ini bermanfaat
bagi kita semua.
Pertanyaan:
Assalamu’alaykum,
Mau bertanya kepada ustadz pembina permasalahan menjual kotoran ternak hewan.
saya pernah baca katanya tidak boleh, apa pendapat tsb pendapat yg shahih?
Mohon penjelasannya, terima kasih.
Wassalam
Risdy
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Saudara Risdy, semoga Allah senantiasa melimpahkan kerahmatan dan hidayah-Nya kepada anda dan keluarga.
Permasalahan yang saudara pertanyakan, yaitu menjual-belikan kotoran binatang, secara global dipengaruhi oleh permasalahan lain. Permasalahan itu ialah: apakah kotoran binatang itu najis atau suci?
Pendapat pertama: Kebanyakan dari ulama’ yang menyatakan bahwa kotoran binatang itu najis, menyatakan bahwa haram menjual belikannya. Diantara dalil yang mendasari pendapat ini ialah hadits berikut:
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan: Pada suatu waktu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, dan beliau memerintahku untuk mengambilkan tiga bebatuan. Selanjutnya aku hanya mendapatkan dua batu, dan ketika aku mencari batu ketiga, aku tidak mendapatkannya, sehingga akupun mengambil sepotong kotoran hewan yang telah kering. Tanpa menunggu lebih lama, aku segera membawanya kepada beliau. Dan ternyata beliau hanya mengambil kedua batu dan mencampakkan kotoran hewan itu, dan beliau bersabda:
“Sesungguhnya kotoran itu adalah najis.” (Riwayat Bukhari, Ahmad, & At Tirmizy)
Dan disebutkan pada riwayat Ibnu Khuzaimah bahwa kotoran yang dibawa oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud itu adalah kotoran keledai jinak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kotoran keledai jinak adalah najis. Dan dengan dalil qiyas, para ulama’ menyamakan kotoran anjing babi dengan kotoran keledai jinak, dengan alasan sama-sama binatang yang dagingnya haram untuk dimakan.
Bila telah diketahui bahwa kotoran binatang jenis ini adalah najis, maka haram menjual-belikan barang najis. Yang demikian itu karena Nabi telah bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza Wa jalla dan Rasul-Nya, telah mengharamkan jual-beli khamer, bangkai, khinzir (babi) dan berhala (patung)” Lalu dikatakan kepada beliau: “Ya, Rasulullah, bagaimanakan halnya dengan lemak bangkai, karena ia digunakan untuk melumasi perahu, dan meminyaki (melumuri) kulit, juga digunakan untuk bahan bakar lentera?” Beliaupun menjawab: “Tidak, itu (menjual lemak bangkai) adalah haram.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi, sesungguhnya tatkala Allah mengharamkan atas mereka untuk memakan lemak binatang, merekapun mencairkannya, kemudian menjualnya, dan akhirnya mereka memakan hasil penjualan itu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Dan pada hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah bila telah mengharamkan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (Riwayat Imam Ahmad, Al Bukhary dalam kitab At Tarikh Al Kabir, Abu Dawud, Ibnu Hibban, At Thabrany, dan Al Baihaqy dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu. Dan hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad 5/746). Pendapat ini adalah pendapat yang dianut oleh mazhab Maliky, As Syafi’i, dan Hambali.
Pendapat kedua: Halal menjual-belikan kotoran hewan.
Pendapat ini adalah pendapat yang dianut oleh mazhab Hanafi, dan juga ulama-’ulama’ yang menyatakan bahwa kotoran binatang ternak yang dagingnya halal dimakan, adalah suci dan tidak najis.
Mereka berdalilkan dengan perbuatan masyarakat muslim di sepanjang sejarah yang senantiasa memperjual-belikan kotoran binatang, tanpa ada yang mengingkarinya.
Dengan demikian, perbuatan umat islam sepanjang sejarah ini dapat dianggap sebagai ijma’ atau konsensus.
Dan menurut hemat saya, pendapat kedua inilah yang lebih kuat, yang demikian itu dikarenakan beberapa alasan berikut:
Alasan pertama: Penjualan kotoran binatang ini telah dilakukan oleh umat Islam sejak zaman dahulu tanpa ada yang mengingkarinya. Sampaipun yang orang-orang yang mengharamkannyapun tidak luput dari perbuatan ini. Walaupun mereka berupaya memanipulasi proses penjualannya dengan menyebutnya sebagai uang ganti lelah ngangkut atau sebagai hibah untuk makanan hewan ternak atau sebutan serupa. Akan tetapi sebenarnya inti dari perbuatannya itu adalah barter kotoran ternak dengan uang atau yang serupa.
Alasan kedua: Kotoran binatang ternak yang dagingnya halal dimakan ialah suci, dan bukan najis. Dengan demikian alasan dan dalil ulama’ kelompok pertama secara otomatis tidak berlaku di sini. Hadits berikut adalah dalil nyata yang menunjukkan bahwa kotoran hewan ternak yang dagingnya hal dimakan ialah suci:
“Dahulu sebelum dibangun masjid nabawi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan sholat di kandang kambing.” (Muttafaqun ‘alaih)
Sudah barang tentu, kandang kambing tidak luput dari kotoran dan kencing kambing. Andailah kotoran kambing dan hewan ternak serupa najis, maka mana mungkin beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan sholat di dalamnya.
Pemahaman terhadap hadits ini juga dikuatkan oleh pemahaman terhadap hadits berikut:
“Beberapa orang dari kabilah ‘Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah, tidak berapa lama perut mereka menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan tamunya mengalami hal itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk mendatangi onta-onta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari air kencing dan susu onta-onta tersbeut. (Muttafaqun ‘alaih)
Andai air seni onta najis, maka mana mungkin beliau memerintahkan tamunya untuk berobat dengan meminumnya.
Alasan ketiga: Berdasarkan hukum asal. Para ulama’ telah menegaskan bahwa hukum asal jual-beli barang yang berguna adalah halal, selain yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang shahih lagi tegas. Dan kotoran ternak adalah salah satu barang yang berguna dan tidak ada dalil yang shahih lagi tegas yang mengharamkan perjualannya.
Demikian yang dapat saya rangkumkan dari hukum permasalahan ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a’alam bisshowab.
Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
***
. [Sumber : http://finance.groups.yahoo.com/group/pengusaha-muslim/message/14792]
~ holib.wordpress.com/2009/09/24/tanya-jawab-hukum-menjual-kotoran-ternak/#more-522
Pertanyaan:
Assalamu’alaykum,
Mau bertanya kepada ustadz pembina permasalahan menjual kotoran ternak hewan.
saya pernah baca katanya tidak boleh, apa pendapat tsb pendapat yg shahih?
Mohon penjelasannya, terima kasih.
Wassalam
Risdy
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Saudara Risdy, semoga Allah senantiasa melimpahkan kerahmatan dan hidayah-Nya kepada anda dan keluarga.
Permasalahan yang saudara pertanyakan, yaitu menjual-belikan kotoran binatang, secara global dipengaruhi oleh permasalahan lain. Permasalahan itu ialah: apakah kotoran binatang itu najis atau suci?
Pendapat pertama: Kebanyakan dari ulama’ yang menyatakan bahwa kotoran binatang itu najis, menyatakan bahwa haram menjual belikannya. Diantara dalil yang mendasari pendapat ini ialah hadits berikut:
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan: Pada suatu waktu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, dan beliau memerintahku untuk mengambilkan tiga bebatuan. Selanjutnya aku hanya mendapatkan dua batu, dan ketika aku mencari batu ketiga, aku tidak mendapatkannya, sehingga akupun mengambil sepotong kotoran hewan yang telah kering. Tanpa menunggu lebih lama, aku segera membawanya kepada beliau. Dan ternyata beliau hanya mengambil kedua batu dan mencampakkan kotoran hewan itu, dan beliau bersabda:
“Sesungguhnya kotoran itu adalah najis.” (Riwayat Bukhari, Ahmad, & At Tirmizy)
Dan disebutkan pada riwayat Ibnu Khuzaimah bahwa kotoran yang dibawa oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud itu adalah kotoran keledai jinak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kotoran keledai jinak adalah najis. Dan dengan dalil qiyas, para ulama’ menyamakan kotoran anjing babi dengan kotoran keledai jinak, dengan alasan sama-sama binatang yang dagingnya haram untuk dimakan.
Bila telah diketahui bahwa kotoran binatang jenis ini adalah najis, maka haram menjual-belikan barang najis. Yang demikian itu karena Nabi telah bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza Wa jalla dan Rasul-Nya, telah mengharamkan jual-beli khamer, bangkai, khinzir (babi) dan berhala (patung)” Lalu dikatakan kepada beliau: “Ya, Rasulullah, bagaimanakan halnya dengan lemak bangkai, karena ia digunakan untuk melumasi perahu, dan meminyaki (melumuri) kulit, juga digunakan untuk bahan bakar lentera?” Beliaupun menjawab: “Tidak, itu (menjual lemak bangkai) adalah haram.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi, sesungguhnya tatkala Allah mengharamkan atas mereka untuk memakan lemak binatang, merekapun mencairkannya, kemudian menjualnya, dan akhirnya mereka memakan hasil penjualan itu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Dan pada hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah bila telah mengharamkan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (Riwayat Imam Ahmad, Al Bukhary dalam kitab At Tarikh Al Kabir, Abu Dawud, Ibnu Hibban, At Thabrany, dan Al Baihaqy dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu. Dan hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad 5/746). Pendapat ini adalah pendapat yang dianut oleh mazhab Maliky, As Syafi’i, dan Hambali.
Pendapat kedua: Halal menjual-belikan kotoran hewan.
Pendapat ini adalah pendapat yang dianut oleh mazhab Hanafi, dan juga ulama-’ulama’ yang menyatakan bahwa kotoran binatang ternak yang dagingnya halal dimakan, adalah suci dan tidak najis.
Mereka berdalilkan dengan perbuatan masyarakat muslim di sepanjang sejarah yang senantiasa memperjual-belikan kotoran binatang, tanpa ada yang mengingkarinya.
Dengan demikian, perbuatan umat islam sepanjang sejarah ini dapat dianggap sebagai ijma’ atau konsensus.
Dan menurut hemat saya, pendapat kedua inilah yang lebih kuat, yang demikian itu dikarenakan beberapa alasan berikut:
Alasan pertama: Penjualan kotoran binatang ini telah dilakukan oleh umat Islam sejak zaman dahulu tanpa ada yang mengingkarinya. Sampaipun yang orang-orang yang mengharamkannyapun tidak luput dari perbuatan ini. Walaupun mereka berupaya memanipulasi proses penjualannya dengan menyebutnya sebagai uang ganti lelah ngangkut atau sebagai hibah untuk makanan hewan ternak atau sebutan serupa. Akan tetapi sebenarnya inti dari perbuatannya itu adalah barter kotoran ternak dengan uang atau yang serupa.
Alasan kedua: Kotoran binatang ternak yang dagingnya halal dimakan ialah suci, dan bukan najis. Dengan demikian alasan dan dalil ulama’ kelompok pertama secara otomatis tidak berlaku di sini. Hadits berikut adalah dalil nyata yang menunjukkan bahwa kotoran hewan ternak yang dagingnya hal dimakan ialah suci:
“Dahulu sebelum dibangun masjid nabawi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan sholat di kandang kambing.” (Muttafaqun ‘alaih)
Sudah barang tentu, kandang kambing tidak luput dari kotoran dan kencing kambing. Andailah kotoran kambing dan hewan ternak serupa najis, maka mana mungkin beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan sholat di dalamnya.
Pemahaman terhadap hadits ini juga dikuatkan oleh pemahaman terhadap hadits berikut:
“Beberapa orang dari kabilah ‘Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah, tidak berapa lama perut mereka menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan tamunya mengalami hal itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk mendatangi onta-onta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari air kencing dan susu onta-onta tersbeut. (Muttafaqun ‘alaih)
Andai air seni onta najis, maka mana mungkin beliau memerintahkan tamunya untuk berobat dengan meminumnya.
Alasan ketiga: Berdasarkan hukum asal. Para ulama’ telah menegaskan bahwa hukum asal jual-beli barang yang berguna adalah halal, selain yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang shahih lagi tegas. Dan kotoran ternak adalah salah satu barang yang berguna dan tidak ada dalil yang shahih lagi tegas yang mengharamkan perjualannya.
Demikian yang dapat saya rangkumkan dari hukum permasalahan ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a’alam bisshowab.
Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
***
. [Sumber : http://finance.groups.yahoo.com/group/pengusaha-muslim/message/14792]
~ holib.wordpress.com/2009/09/24/tanya-jawab-hukum-menjual-kotoran-ternak/#more-522
No comments:
Post a Comment